tag:blogger.com,1999:blog-47936374524869590332024-03-13T19:07:06.590+07:00DOELATIFBLOG★ Luruskan <b>Aqidah</b>
<br>
★ Tegakan <b>Sari'ah</b>Unknownnoreply@blogger.comBlogger48125tag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-79909791277745692872010-01-25T16:08:00.001+07:002010-01-25T16:08:08.083+07:00Manajemen Sakit HatiHampir setiap orang tentu pernah mengalami sakit hati dalam hidupnya. Baik dalam keluarga, berteman, maupun bermasyarakat. Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang satu ini adalah suatu kewajaran dalam hidup manusia. Apalagi, mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan. <br />
Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bermacam- macam. Dari masalah sepele hingga masalah besar, dapat menjadi pemicunya.<span class="fullpost"><br />
<br />
Misalnya berawal dari perbedaan pendapat, adanya konflik atau ketidakcocokan, hingga iri dan dengki. Bila perasaan ini dibiarkan terlalu lama bercokol dalam hati, maka tidak sehatlah hati itu. Pemiliknya pun akan stress dan jauh dari keceriaan. Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb- Nya. Na'udzubillaahi mindzaalik. <br />
Bagaimana memenej rasa sakit hati, agar tidak membuahkan dosa dan azab-Nya bagi kita sendiri? Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kiat-kiat tersendiri yang dapat menjadi penawar, bila diamalkan. Apa sajakah itu? <br />
Muhasabah (Koreksi Diri) <br />
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan. <br />
Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki dan ambisi <br />
Iri, dengki dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membuat seseorang buta dan tuli. Bila tidak dilandasi iman, seorang yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya. <br />
Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan dan pujian. Manusia tidak akan tenang bila dalam hatinya ada sifat ini. Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur, karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna. <br />
Rasulullah bersabda, "Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya." (HR. Bukhari) <br />
Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati <br />
Bila marah telah timbul dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin leluasa melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia. Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, "Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola." <br />
Menumbuhkan sifat pemaaf <br />
"Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." Demikian firman Allah dalam Al- Qur'an Surat Al-A'raf: 199. <br />
Allah sang Khaliq saja Maha Pemaaf terhadap hamban-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh- sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar- lebarnya. Kita sebagai manusia yang lemah, tidak sepantasnya berlaku sombong, dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, dengan begitu, hati akan lebih terasa lapang. <br />
Rasulullah bersabda, "Bertakwalah kepada Allah dimana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik." (HR. Hakim dan At- Tirmidzi) <br />
Husnudhdhan (berprasangka baik) <br />
Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan jangalah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat : 12) <br />
Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya. <br />
Menumbuhkan Sikap Ikhlas <br />
Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi cukup berat untuk dilakukan. Orang yang ikhlas dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat duniawi. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambanya. <br />
Orang yang ikhlas akan lebih mudah memenej kalbunya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia mengantungkan harapan. <br />
Nah pembaca, bila anda sedang dilanda sakit hati, cobalah amalkan kiat diatas. Insya Allah, beban hati akan berkurang. Dada anda pun terasa lapang. Insya Allah. <br />
Maraji' : <br />
Minhajul Qashidin. Ibnu Qudamah <br />
Minhajul Muslim. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi <br />
Sumber : Majalah Nikah edisi 6 /I/2002 . hal. 32-33 <br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-45408986681172565762010-01-19T06:32:00.001+07:002010-01-19T06:32:36.633+07:0010 Pintu Setan dalam Menyesatkan ManusiaSaudaraku, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu- pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya.<span class="fullpost"><br />
Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini. <br />
Pintu pertama: <br />
Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias- hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar. <br />
Pintu kedua: <br />
Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, <br />
إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه <br />
"Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a'udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya." (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih) <br />
Pintu ketiga: <br />
Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini. <br />
Pintu keempat: <br />
Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits: <br />
فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ <br />
"Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti." (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih) <br />
Pintu kelima: <br />
Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih- lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran. <br />
Pinta keenam: <br />
Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, <br />
التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ <br />
"Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan." (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami' Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan) <br />
Pintu ketujuh: <br />
Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta. <br />
Pintu kedelapan: <br />
Yaitu mengajak orang awam supaya ta'ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya. <br />
Pintu kesembilan: <br />
Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah. <br />
Pintu kesepuluh: <br />
Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu'uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari 'aib orang lain. <br />
Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya. <br />
Rujukan : Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-78754308366211579112010-01-19T05:27:00.001+07:002010-01-19T05:27:50.732+07:00Fitnah WanitaRasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: <br />
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ. <br />
Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita. (Muttafaq 'alaihi) <br />
Sungguh, fitnah wanita termasuk cobaan terbesar dan paling mengerikan bagi kaum Adam. Karena wanita, dua orang laki- laki berkelahi. Lantaran wanita, dua kubu saling bermusuhan dan saling serang. Oleh sebab wanita, darah begitu murah dan mudah diguyurkan. Karena wanita, seorang dapat terjatuh dalam jurang kemaksiatan. Bahkan, karena wanita, si cerdas yang baik dapat berubah menjadi dungu dan liar. <span class="fullpost"><br />
Jarir bin 'Athiyyah al-Khathafi bersenandung: <br />
إِنَّ العُيُوْنَ الَّتِيْ فِي طَرْفِهَا حَــوَرٌ قَتَلْنَنَا ثُمَّ لَمْ يُحْيِيْنَ قَتْــلاَناَ <br />
يَصْرَعْنَ ذَا اللُّبِّ حَتَّى لاَ حَرَاكَ لَهُ وَهُنَّ أَضْعَفُ خَلْقِ اللّهِ إِنْـسَاناَ <br />
Sesungguhnya indahnya mata- mata hitam wanita jelita <br />
Telah membunuh kita dan tiada lagi menghidupkannya <br />
Mereka pun taklukkan si cerdas hingga tiada berdaya <br />
Sedang mereka manusia paling lemah dari ciptaan-Nya <br />
Lantaran dia, laki-laki enggan bekerja. Karena dia, mereka menjadi pemalas dan pelamun. Dan oleh sebab dirinya, Muslim taat enggan pergi berjihad. Jamil Butsainah berkata: <br />
يَقُوْلُوْنَ: جَاهِدْ يَا جَمِيْلُ بِغَزْوَةٍ أَيَّ جِهَادٍ غَيْرَهُنَّ أُرِيْــدُ <br />
لِكُلِّ حَدِيْثٍ بَيْنَهُنَّ بَـشَاشَةٌ وَ كُلُّ قَتِيْلٍ بَيْنَهُنَّ شَهِيْـدُ <br />
Mereka berkata: Jihadlah, wahai Jamil di peperangan <br />
Jihad mana lagi selain bersama mereka yang ku inginkan <br />
Pada setiap alur cerita diantara mereka adalah suka cita <br />
Dan setiap korban di tengah mereka adalah syahid matinya <br />
Itulah sebagian kecil dari dampak godaan wanita yang dapat kita perhatikan bersama. Godaan wanita yang jauh dari agama, yang tidak taat akan aturan- aturan Rabb-Nya, wanita calon penghuni neraka. <br />
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada wanita-wanita muslimat kepada jalan yang lurus, dan menjadikan keluarga, sahabat, saudara, tetangga, serta masyarakat kita, baik laki- laki maupun wanita, menjadi Muslim dan Muslimah yang taat terhadap ajaran agama. Amin.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-26919347298135748032010-01-15T02:07:00.001+07:002010-01-15T02:07:01.340+07:00Jin Pendamping ManusiaBanyak kejadian yang dikisahkan oleh manusia tentang hantu atau roh orang yang sudah meninggal. Kita bisa melihat di acara-acara televisi dewasa ini yang mengemasnya dengan sajian yang menarik. Seseorang bercerita bahwa suatu ketika ditemui oleh si Fulan. Ternyata diketahui bahwa si Fulan tersebut baru saja meninggal dunia. Kisah-kisah sejenis ini sangatlah banyak ragam kejadiaannya. <br />
Maka, kebanyakan manusia mengira bahwa roh orang yang sudah meninggal itu bergentayangan. Bahkan, peristiwa-peristiwa yang bersangkutan dengan kejadian orang yang baru meninggal tersebut sampai membuat segolongan aliran berkeyakinan bahwa orang yang sudah meninggal itu akan menitis kembali.<span class="fullpost"> Mereka menyebutkan bukti-bukti kejadian yang berkaitan dengan peristiwa kematian, dan juga hasil dari cerita-cerita seperti tersebut di atas. <br />
Anggapan atau persepsi yang merupakan keyakian bagi kebanyakan orang-orang itu tidak lepas dari pengetahuan dan informasi yang diterimanya. Mereka berkeyakinan demikian karena apa yang mereka temui dan apa yang mereka dapatkan, semuanya, mengarah kepada kesimpulan tersebut. Bahkan, sebagian orang juga ada yang mempercayai dan melaksanakan perintah yang disampaikan oleh hantu (menurut mereka: roh gentayangan). <br />
Sebutlah sebagai contoh seperti berikut. Seseorang didatangi orang yang diketahui telah meningal dunia sejak puluhan tahun, yaitu kakeknya sendiri, dan memberi sebuah pesan. Pesannya, "Aku menghendaki anak cucuku datang ke pemakamanku. Jika kau datang dan sebarang beberapa hari kau di sana, niscaya kuberikan sesuatu yang berharga untukmu." Maka, orang itu mengira bahwa ia telah mendapatkan ilham dari kakeknya (orang bodoh menyebutnya: wahyu). Maka mereka datang ke pemakanan kakeknya, kemudian bertapa di sana. Maka, keadaan orang seperti ini adalah telah syirik kepada Alloh. <br />
Kemudian, ada contoh lagi seperti berikut. Seseorang yang mengira telah mendapatkan ilham tadi kemudian menyepi atau semadi di pemakaman (kuburan). Beberapa malam kemudian didatangi kakeknya yang kemudian memberi petuah kepadanya dengan mengatakan, "Wahai cucuku! Ini kuberikan pusaka sebagai pegangan untukmu. Jika terjadi sesuatu, mintalah bantuan kepadanya, niscaya akan datang bala bantuan kepadamu dari pusaka itu. Dan, jangan lupa, peganglah kebenaran." Maka, seseorang akan dengan yakin dan gembira membawa pusaka yang telah didapatnya dan akan selalu dipegangnya. Ia tambah yakin dengana adanya sang kakek yang berpesan untuk selalu berpegang kepada kebenaran. Keadaan orang semacam ini juga tertipu. Dan, ia telah berbuat syirik. <br />
Kemudian, ada contoh lagi seperti berikut. Seorang dukun didatangi pasien yang baru beberapa bulan yang lalu ditinggal mati oleh anaknya. Ia datang untuk meminta petunjuknya. Pasien yang datang itu mengungkapkan keluhannya, "Mbah (Kakek!), keluarga saya akhir-akhir ini selalu ditimpa. Apakah ada yang berusaha menghancurkan saya Mbah? Karena, saya membuka usaha persis di samping orang kaya sebelum anakku meninggal dunia. Kalau ada, tolonglah Mbah!" Jawab mbah dikuk,"Silakan kamu pulang dulu anakku, nanti aku akan teropong siapa gerangan pelakunya. <br />
Kemudian, datanglah seorang anak kecil kepada dukun itu dalam mimpinya. Anak itu mengaku telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, dan memberitahukan bahwa pelaku yang berusaha menghancurkan hidup keluarga ayahku adalah orang kaya di sampingnya. Sang dukun dengan yakin kemudian memberitahukan kepada pasiennya. <br />
Sang dukun bertanya kepada pasiennya, "Apakah kamu telah ditinggal mati oleh anakmu?" <br />
Sahut pasien, "Ya, benar Mbah, kok Mbah tahu? Sungguh Mbah ini orang yang mengetahui (orang pinter)." Sang dukun menjawab, "Setelah aku analisis, memang pelakunya adalah tetanggamu yang kaya itu. Ia tidak rela jika daganganmu menyainginya. Oleh karena itu, ia berusaha ingin menghancurkanmu." Demikian penjelasan sang dukun kepada pasiennya. <br />
Tentu Anda tahu apa yang akan terjadi dengan cerita selanjutnya. Yang terjadi selanjutnya tidak lain adalah peperangan antara dua orang tetangga. Ini adalah salah satu akibat campur tangan jin yang jahat untuk memecah-belah manusia. Orang yang mempercayai dukun dan sang dukun itu sendiri telah berbuat syirik dalam hal ini. Mereka termasuk orang-orang yang tertipu. <br />
Lalu, bagaimana hal itu bisa dikatakan orang-orang yang tertipu? Yah, mereka tertipu karena tidak mengenal ajaran Islam, tidak mau mengenal tentang sifat-sifat setan, tidak mau mengenal jenis-jenis perbuatan setan. Bahwa semua kejadian yang kami contohkan tersebut di atas tidak lain adalah bentuk-bentuk kejahatan setan kepada manusia untuk menjerusmuskan manusia ke dalam lembah kesesatan. Ketiga contoh tersebut di atas tidak lain adalah bentuk-bentuk penyesatan yang dilakukan oleh makhluk yang mengaku telah meningal dunia, dan orang yang didatanginya mempercayainya karena di antaranya mereka melihat bentuknya yang sama dengan orang yang telah meninggal dunia. Bentuk penyesatan itu dilakukan oleh sekelompok jenis jin pendamping (qarin). <br />
Dalil tentang Adanya Jin Pendamping <br />
Ibn Mas'ud menceritakan, Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, bersabda yang artinya: "Tidaklah salah seorang dari kalian melainkan ada pendampingnya dari golongan jin." Mereka bertanya, "Juga padamu, ya Rasulullah?" "Ya, juga bagiku, hanya saja aku telah mendapat perlindungan dari Allah sehingga aku selamat. Ia tidak memerintahkan aku kecuali kebaikan." (HR Muslim). <br />
Ath-Thabarani mengisahkan riwayat dari Syuraik bin Thariq. Ia berkata, Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya: "Tidak ada seseorang di antara kalian melainkan ada baginya seorang setan." Mereka bertanya, "Juga bagimu, ya Rasulullah?" "Ya, juga bagiku, tetapi Allah melindungiku sehingga aku selamat."(HR. Ibnu Hibban). <br />
Ibn Mas'ud meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya: "Setiap anak Adam mempunyai kelompok, dan bagi malaikat ada kelompok dengan anak Adam. Kelompok setan mengajak kepada kejahatan dan mendustakan yang hak, adapun kelompok malaikat mengajak kepada kebaikan dan membenarkan yang hak. Barang siapa yang mendapatkan yang demikian itu, maka ketahuilah bahwa itu dari Allah dan pujilah Allah, dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, kemudian ia membaca asy- syaithanu ya'idukumul-faqra wa ya'murukum bil-fahsya'." (HR. Tirmizi). <br />
Sa'id al-Jariri mengomentari ayat yang berbunyi, "Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran), kami adakan baginya setan." (QS. Az-Zukhruf: 36). Ia berkomentar, "Telah sampai berita kepada kami bahwa orang kafir apabila dibangkitkan pada hari kiamat, setan akan mendorong dengan tangannya, hingga ia tidak bisa melawannya, sampai Alloh menempatkannya di api neraka, dan ketika itu ia berkata, 'Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat.' (QS. Az-Zukhruf: 38). Sementara, orang mukmin akan diwakilkan padanya malaikat sampai ia diadili di antara manusia dan menempatkannya dalam surga. <br />
Demikianlah, orang yang berpaling dari petunjuk yang lurus, yaitu Alquran dan sunah, maka baginya akan diadakan oleh Alloh yaitu setan, yang akan menyesatkannya. Contoh cerita- cerita yang disebutkan di atas adalah salah satu bentuk contoh mereka yang terkelabui oleh setan, karena mereka tidak menempuh jalan yang lurus, tetapi mengambil jalan orang- orang yang sesat, di antaranya mereka percaya dengan dukun, di antaranya mereka percaya dengan ilham-ilham picisan yang sebenarnya bukan ilham, tetapi tipu daya setan untuk menyesatkan manusia. <br />
(Sumber Rujukan: Luqath al- Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-89073735290771585902010-01-15T01:52:00.003+07:002010-01-15T01:52:28.542+07:00Pemahaman Tentang "Dimanakah Allah ?Pertanyaan dimanakah Allah mungkin menggelitik sebagian kita kaum muslimin, seakan aneh masih membicarakan masalah ini, bukankah jelas Allah itu dekat sama kita, Allah itu ada dimana- mana selalu menyertai kita ?. <br />
Inilah sebenarnya kesalahan dalam memahami arti pertanyaan "Dimanakah Allah ?". Justru pada dasarnya pertanyaan di atas terlontar manakala apa yang kita pahami selama ini salah. Seringkali kita tidak sadar bahwa pernyataan Allah itu ada dimana-mana, atau Allah itu dekat dengan kita tapi tidak bertempat atau yang lainnya itu keliru, sehingga kita tidak sadar apabila ditanya sesorang akan menjawab dengan mantap jawaban-jawaban di atas. <br />
Perkara ini bukanlah perkara kecil, pemahaman yang benar tentang dimanakah Allah menjadi tuntutan mutlak bagi seorang muslim.<span class="fullpost"><br />
Kesalahan fatal dalam memahami ini akan berbahaya bagi diri dan agamanya. Begitu pentingnya pemahaman keberadaan Allah sehingga menjadikan Rasulullah melepaskan seorang budak yang bisa menjawabnya. <br />
Pertanyaan selanjutnya adalah dimanakah Allah itu sebenarnya berada ? <br />
Jawabannya sudah jelas sebagaimana dipahami oleh seluruh sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan seluruh ulama Ahlul Hadits bahwa Allah itu berada di atas Arsy di atas langit. Apa dasarnya mengatakan seperti itu ? Berikut kita bawakan tulisan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalil-dalil yang mendukung kenyataan bahwa Allah itu berada di atas Arsy : Al- Qur'an, Hadits shahih, naluri dan cara berfikir yang sehat mendukung kenyatan bahwa Allah Subhanahu wa ta'alla berada di atas 'Arsy. <br />
Firman Allah yang artinya: "Allah yang Maha Rahman bersemayam di atas 'Arsy". (Thaahaa: 5) <br />
Pengertian ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari beberapa tabi'in. <br />
Firman Allah yang artinya: "Apakah kamu merasa aman terhadap yang di langit? Bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu..."(Al-Mulk: 16). Menurut Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhumaa yang dimaksud dengan "Yang di langit" adalah Allah, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab tafsirnya. <br />
Firman Allah yang artinya: "Mereka takut terhadap Rabb mereka yang berada di atas mereka". (An-Nahl: 50). <br />
Firman Allah tentang Nabi 'Isa 'alaihi sallam yang artinya: "Tetapi Allah mengangkatnya kepada-Nya...".(An-Nisaa:158). <br />
Firman Allah yang artinya: "Dan Dialah Allah (yang disembah) di langit...".(Al-An'aam:3). Ibnu Katsir mengomentari ayat ini sebagai berikut, "Para ahli tafsir sependapat, kita tidak akan berkata sperti ucapan kaum Jahmiyah (golongan yang sesat) yang mengatakan Allah itu berada di setiap tempat. Maha Suci Allah dari ucapan mereka." <br />
Adapun firman Allah yang artinya: "Dan Allah selalu bersamamu di mana kamu berada...".(Al-Hadid:4). Maksudnya, Dia bersama kita, mengetahui, mendengar, dan melihat kita di mana pun kita berada. Apa yang disebutkan sebelum dan sesudah ayat ini menjelaskan hal tersebut, seperti keterangan dalam Tafsir Ibnu Katsir Rahimahullahu ta'alla <br />
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mi'raj ke langit ke tujuh dan difirmankan kepada beliau oleh Allah 'azza wa jalla serta diwajibkan untuk melakukan shalat lima waktu. (HR. Bukhari dan Muslim). <br />
Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, "Kenapa kamu tidak mempercayaiku, padahal aku ini dipercaya oleh Allah yang ada di langit?" (HR. Bukhari dan Muslim). <br />
Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam : "Sayangilah orng- orang yang ada di bumi maka Yang di langit (Allah) akan menyayangimu." (HR. At-Tirmidzi). <br />
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seorang budak wanita, "Di manakah Allah?", Jawabnya, "Di langit.", Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi, "Siapakah saya?" Dijawab lagi. "Engkau Rasul Allah" Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Merdekakanlah ia karena ia seorang mukminah." (HR. Muslim). <br />
Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, "'Arsy itu berada di atas air, dan Allah berada di atas 'Arsy, Allah mengetahui keadaan kamu." (HR. Abu Dawud, hasan) <br />
Abu Bakar Ash-Shidiq berkata, "Barangsiapa menyembah Allah maka Allah berada di langit, Dia Maha Hidup dan tidak Mati," (HR. Imam Darimi dalam Radd 'alal Jahmiyyah) <br />
'Abdullah ibnul Mubarak Rahimahullahu ta'alla pernah ditanya, "Bagaimana kita mengetahui Rabb kita?" Maka beliau menjawab, "Rabb kita berada di atas langit di atas 'Arsy, berbeda dengan makhluk- Nya". Maksudnya Dzat Allah 'azza wa jalla berada di atas 'Arsy, berbeda dan berpidah dengan makhluk-Nya, dan keadaan-Nya di atas 'Arsy tersebut tidak sama dengan makhluk <br />
Para Imam yang empat telah sepakat bahwa Allah Subhanahu wa ta'alla berada di atas 'Arsy tidak ada seorang pun dari makhluk yang serupa dengan- Nya <br />
Orang yang sedang shalat selalu mengucapkan Subhana Rabiyal a'laa (Maha Suci Rabb yang Maha Tinggi). Ketika ia berdo'a juga mengangkat tangannya ke langit dan menengadahkan wajahnya ke langit <br />
Anak kecil ketika anda tanya di mana Allah dia akan segera menjawab berdasarkan naluri mereka bahwa Allah berada di langit <br />
Cara berfikir yang sehat juga mendukung kenyataan Allah berada di langit, seandainya Allah Subhanahu wa ta'alla berada di semua tempat, niscaya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menerangkan dan mengajarkan kepada para shahabatnya. Kalau Allah berada di segala tempat, berarti Allah bisa berada di tempat-tempat yang najis dan kotor. Maha suci Allah dari anggapan yang demikian itu. <br />
Pendapat yang mengatakan Allah berada di segala tempat berarti Dzat Allah itu banyak, karena banyaknya tempat. Akan tetapi karena Dzat Allah itu satu dan mustahil banyak, maka pendapat tersebut adalah batil, jadi jelaslah Allah itu berada di langit, di atas 'Arsy-Nya dan Dia bersama kita, Mengetahui, Mendengar, dan Melihat kita di mana pun kita berada. <br />
(Dikutip dengan penambahan yang disesuaikan dari: 'Naashirussunnah' Al-Imam Syafi'i rahimahullahu ta'ala )<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-68400648526130675212010-01-15T01:45:00.001+07:002010-01-15T01:45:03.317+07:00Cara Menangkal dan Menanggulangi SihirAlloh Subhanahu wa Ta'ala telah mensyari'atkan kepada hamba- hamba-Nya supaya mereka menjauhkan diri dari kejahatan sihir sebelum terjadi pada diri mereka. Alloh Subhanahu wa Ta'ala juga menjelaskan tentang bagaimana cara pengobatan sihir bila telah terjadi. Ini merupakan rahmat dan kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta'ala, kebaikan dan kesempurnaan nikmat-Nya kepada mereka. <br />
Berikut ini beberapa penjelasan tentang usaha menjaga diri dari bahaya sihir sebelum terjadi, begitu pula usaha dan cara pengobatannya bila terkena sihir, yakni cara-cara yang dibolehkan menurut hukum syara'. Pertama: Tindakan Preventif , yakni usaha menjauhkan diri dari bahaya sihir sebelum terjadi. <span class="fullpost">Cara yang paling penting dan bermanfaat ialah penjagaan dengan melakukan dzikir yang disyari'atkan, membaca do'a dan ta'awudz sesuai dengan tuntunan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, diantaranya seperti di bawah ini: <br />
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu, sesudah membaca wirid atau ketika akan tidur. Karena ayat Kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya di dalam Al Qur'an. Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda dalam salah satu hadits shahihnya, yang artinya: "Barangsiapa membaca ayat Kursi pada amalam hari, Alloh senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai shubuh". Ayat Kursi terdapat dalam surat Al Baqoroh ayat 255 yang artinya: "Alloh tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (mahluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Alloh tanpa izin- Nya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengtahui apa - apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Alloh tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar". <br />
Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-falaq, dan surat An-naas pada setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi haru sewsudang shalat shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i. <br />
Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh yaitu ayat 285 - 286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, yang artinya: "Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al- Baqoroh pada malam hari, maka cukuplah baginya". <br />
Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna. Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang artinya: "Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan:' A'udzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq' (Aku berlindung dengan kalimat- kalimat Alloh yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaan-Nya), maka tidak ada sesuatupun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu". (HR: Muslim). <br />
Membaca do'a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam: "Bismillahilladziilaa ya dhurru ma'asmihi syai-un fiilardhi w alaa fiissamaaa'i wa huwassamii'ul 'aliim. (Dengan Nama Alloh, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatupun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui). (HR: Abu Daud dan At-Tirmidzi). <br />
Bacaaan dzikir dan ta'awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir dan kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, bertumpu dan pasrah kepada-Nya dengan lapang dada dan hati yang khusyu' <br />
Kedua: Bacaan-bacaan seperti ini juga merupakan senjata ampuh untuk menghilangkan sihir yang sedang menimpa seseorang, dibaca dengan hati yang khusyu', tunduk dan merendahkan diri, seraya memohon kepada Allah agar dihilangkan bahaya dan malapetaka yang dihadapi. Do'a- do'a berdasarkan riwayat yang kuat dari Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh sihir dan lain sebagainya adalah sebagai berikut: <br />
Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam me-ruqyah (mengobati dengan membaca ayat-ayat Al- Qur'an atau do'a-do'a syar'i) sahabat-sahabatnya dengan bacaan: "Allahumma robbinnaasi adzhibil ba-sa wasyfi antasy syaafii laa syifaa-a illaa syfaa- uka syifaa-allaa yughoodiru saqomaa" (Ya Alloh, Tuhan segenap manusia..! Hilangkanlah sakit dan sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan melainkan penyembuhan dari-Mu, penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit".(HR: Muslim). <br />
Do'a yang dibaca Jibril 'Alaihi Sallam, ketika me-ruqyah Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. "Bismillahi arqiika min kulli syai-in yu-dziika wa min syarriin kulli nafsinn aw 'aini khaasid. Allahu yasyfiika bismillaho arqiika" (Dengan Nama Alloh, Aku meruqyahmu dari segala yang meyakitkanmu, dan dari kejahatan setiap diri atau dari pandangan mata yang penuh kedengkian, semoga Alloh menyembuhkanmu, dengan Nama Allah aku Meruqyahmu". <br />
Bacaan ini hendaknya diulang tiga kali. <br />
Pengobatan sihir cara lainnya, terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berjima' (hubungan seks) dengan istrinya karena terkena sihir. Yaitu, ambillah tujuh lembar daun bidara yang masih hijau, ditumbuk atau digerus dengan batu atau alat tumbuk lainnya, sesudah itu dimasukkan ke dalam bejana secukupnya untuk mandi; bacakan ayat Kursi pada bejana tersebut; bacakan pula surat Al- Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An- Naas, dan ayat-ayat sihir dalam surat Al-A'raf ayat 117-119 , surat Yunus ayat 79-82 dan surat Thaha ayat 65-69. <br />
Cara pengobatan lainnya, sebagi cara yang paling bermanfaat ialah berupaya mengerahkan tenaga dan daya untuk mengetahui dimana tempat sihir terjadi, di atas gunung atau di tempat manapun ia berada, dan bila sudah diketahui tempatnya, diambil dan dimusnahkan sehingga lenyaplah sihir tersebut. <br />
Inilah beberapa penjelasan tentang perkara-perkara yang dapat menjaga diri dari sihir dan usaha pengobatan atau cara penyembuhannya, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. <br />
Adapun pengobatan dengan cara-cara yang dilakukan tukang-tukang sihir, yaitu dengan mendekatkan diri kepada jin disertai dengan penyembelihan hewan, atau cara-cara mendekatkan diri lainnya, maka semua ini tidak dibenarkan karena termasuk perbuatan syirik paling besar yang wajib dihindari. <br />
Demikian pula pengobatan dengan cara bertanya kepada dukun, 'arraf (tukang ramal) dan menggunakan petunjuk sesuai dengan apa yang mereka katakan. Semua ini tidak dibenarkan dalam islam, karena dukun-dukun tersebut tidak beriman kepada Allah; mereka adalah pendusta dan pembohong yang mengaku mengetahui hal- hal ghaib, dan kemudian menipu manusia. Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan orang-orang yang mendatangi mereka baik hanya menanyakan apalagi yang membenarkan apa yang mereka katakan. <br />
Kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala kita memohon, agar seluruh kaum muslimin dilimpahkan kesejahteraan dan keselamatan dari segala kejahatan, dan semoga Alloh melindungi mereka, agama mereka, dan menganugerahkan kepada mereka pemahaman dan agama-Nya, serta memelihara mereka dari segala sesuatu yang menyalahi syari'at-Nya. <br />
(Sumber Rujukan: Hukum Sihir Dan Perdukunan, Syaikh Abdul Aziz bin Abdul Aziz bin Baaz, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI bekerjasama dengan Al HAramain Islamic Foundation)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-83272435593714196682010-01-15T01:38:00.001+07:002010-01-15T01:38:31.035+07:00Tebarkan SalamSyariat Islam yang sempurna mengajarkan kaum muslimin untuk selalu meningkatkan kecintaan terhadap saudara semuslim, merekatkan persaudaraan dan kasih sayang. Dan untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan kasih sayang ini, maka syariat Islam memerintahkan untuk menyebarkan salam. <br />
Syiar Islam yang satu ini adalah termasuk syiar Islam yang sangat besar dan penting. Namun begitu, sekarang ini salam sering sekali ditinggalkan dan diganti dengan salam salam yang lain, entah itu dengan good morning, selamat pagi, selamat siang, salam sejahtera atau sejenisnya. <span class="fullpost"><br />
Tentunya seorang muslim tidak akan rela apabila syariat yang penuh berkah lagi manfaat ini kemudian diganti dengan ucapan-ucapan lain. Alloh berfirman, "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?" (Al Baqoroh: 61). Dan sungguh apa yang ditetapkan Alloh untuk manusia, itulah yang terbaik. <br />
Perintah dari Alloh <br />
Alloh berfirman, "Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik." (An Nur: 61) <br />
Syaikh Nashir As Sa'di berkata, "Firman-Nya: Salam dari sisi Alloh, maksudnya Alloh telah mensyari'atkan salam bagi kalian dan menjadikannya sebagai penghormatan dan keberkahan yang terus berkembang dan bertambah. Adapun firman-Nya: yang diberi berkat lagi baik, maka hal tersebut karena salam termasuk kalimat yang baik dan dicintai Alloh. Dengan salam maka jiwa akan menjadi baik serta dapat mendatangkan rasa cinta." (Lihat Taisir Karimir Rohman) <br />
Perintah dari Nabi <br />
Baro' bin Azib berkata, "Rosululloh melarang dan memerintahkan kami dalam tujuh perkara: Kami diperintah untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan menolong orang yang dizholimi, memperbagus pembagian, menjawab salam dan mendoakan orang yang bersin..." (HR. Bukhori dan Muslim). Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, "Perintah menjawab salam maksudnya yaitu menyebarkan salam di antara manusia agar mereka menghidupkan syariatnya." (Lihat Fathul Bari 11 /23). <br />
Dari Abu Huroiroh, Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim). Dari Abdulloh bin Salam, Rosululloh bersabda, "Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam di antara kalian, berilah makan sambunglah tali silaturahmi dan sholatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat." (Shohih. Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad) <br />
Etika Salam <br />
Imron bin Husain berkata, "Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu 'alaikum. Maka nabi menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, "Dia mendapat sepuluh pahala." Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu 'alaikum warohmatulloh. Maka Nabi menjawabnya dan berkata, "Dua puluh pahala baginya." Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu 'alaikum warohmatullohi wa barokatuh. Nabi pun menjawabnya dan berkata, "Dia mendapat tiga puluh pahala." (Shohih. Riwayat Abu dawud, Tirmidzi dan Ahmad) <br />
Dari hadits tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: <br />
Memulai salam hukumnya sunnah bagi setiap individu, berdasar pendapat terkuat. <br />
Menjawab salam hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan para ulama. <br />
Salam yang paling utama yaitu dengan mengucapkan Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh, kemudian Assalamu'alaikum warohmatulloh dan yang terakhir Assalamu'alaikum. <br />
Menjawab salam hendaknya dengan jawaban yang lebih baik, atau minimal serupa dengan yang mengucapkan. Alloh berfirman "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu." (An Nisa: 86) <br />
Dalam hadits lain Rosululloh bersabda, "Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang dduk yang sedikit kepada yang banyak." (HR. Bukhori dan Muslim). Dalam lafazh Bukhori, "Hendaklah yang muda kepada yag lebih tua." Demikianlah pengajaran Rosul tentang salam. Namun orang yang meninggalkan tatacara salam seperti pada hadits ini tidaklah mendapat dosa, hanya saja dia telah meninggalkan sesuatu yang utama. <br />
Salam Kepada Orang Yang Dikenal dan Tidak Dikenal <br />
Termasuk mulianya syariat ini ialah diperintahkannya kaum muslimin untuk member salam baik pada orang yang dikenal maupun orang yang belum dikenal. Rosululloh bersabda, "Sesungguhnya termasuk tanda- tanda hari kiamat apabila salam hanya ditujukan kepada orang yang telah dikenal." (Shohih. Riwayat Ahmad dan Thobroni)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-77913751288944401922010-01-12T15:55:00.003+07:002010-01-12T15:56:13.520+07:00Meminta Perlindungan Kepada Selain AllohMasih ingatkah kita dengan peristiwa beberapa waktu yang lalu, di mana ketika badan meteorologi dan geofisika memprediksikan bahwa di sepanjang pantai selatan pulau Jawa akan diterpa badai? Juga ingatkah kita, orang-orang pada waktu itu rame-rame membuat sesajen-sesajen dan ritual-ritual, di antaranya seperti sayur lodeh, yang dibuat supaya dapat terhindar dari badai tersebut? Bagaimanakah hal seperti ini dalam Islam? <span class="fullpost"><br />
Oleh karena itu, selamat menyimak pembahasannya pada edisi kali ini. <br />
Pengertian Isti'adzah (Meminta Perlindungan) <br />
Meminta perlindungan atau dalam bahasa Arabnya disebut dengan isti'adzah merupakan salah satu macam dari doa. Disebutkan bahwa isti'adzah adalah tholabul 'iyadz (meminta perlindungan), dan 'iyadz (perlindungan) adalah sesuatu yang membuat aman dari bahaya atau kejelekan. Isti'adzah dibedakan dari jenis doa yang lainnya, mengingat bahwa istilah isti'adzah adalah meminta perlindungan dari marabahaya atau kejelekan yang akan menimpa (bahaya yang belum terjadi) (At Tamhiid Lisyarhi Kitaabit Tauhid, Syaikh Sholih Alu Syaikh) <br />
Isti'adzah Adalah Ibadah <br />
Karena isti'adzah adalah termasuk doa, dan doa termasuk ibadah, maka isti'adzah juga adalah termasuk ibadah. Sehingga di dalamnya berlaku kaidah ibadah secara umum yakni tidak boleh bagi siapa pun juga untuk menujukkan ibadah tersebut kepada selain Alloh. Sehingga barang siapa yang meminta perlindungan kepada selain Alloh maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan kepada Alloh. Alloh 'azza wa jalla berfirman yang artinya: <br />
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً <br />
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Alloh, maka janganlah kamu menyembah seorang pun didalamnya di samping (menyembah) Alloh." (QS Jin: 18) <br />
Di antara contoh isti'adzah kepada selain Alloh adalah acara ruwatan, membunyikan klakson ketika melewati tempat yang angker dan permisi ketika melewati tempat yang angker. <br />
Kandungan Isti'adzah <br />
Di dalam isti'adzah terkandung dua amalan, yakni amalan lahir dan amalan batin. Amalan lahirnya adalah ketika dia meminta perlindungan itu sendiri kepada yang lain bisa dengan sesama makhluk atau dengan sang Kholiq, yakni agar terjaga atau terselamatkan dari kejelekan. Dan amalan batinnya adalah berupa bersandarnya hati, tenangnya hati dan sikap pasrahnya menyerahkan hajatnya kepada orang atau siapa yang mampu melindunginya. <br />
Maka apabila terkumpul isti'adzah pada dua macam ini, yakni amalan lahir dan amalan batin, maka tentulah isti'adzah ini harus ditujukan hanya kepada Alloh, tidak boleh kepada selain- Nya. Mengapa? Karena di dalamnya terkandung amalan hati, di mana berdasarkan ijma' ulama tidaklah boleh bagi siapa pun juga untuk bertawajjuh (menghadapkan), berta'alluq (bergantung) dan menyandarkan hatinya kepada selain Alloh. <br />
Namun apabila yang dimaksudkan dengan isti'adzah adalah hanya terbatas pada amalan lahir saja, maka boleh ditujukan kepada selain Alloh (kepada makhluk). Dan perkara seperti ini tentu saja tidak kita ingkari. Terkadang seseorang meminta perlindungan kepada saudaranya yang lain agar terhindar dari kejelekan atau marabahaya. Seperti seorang yang meminta perlindungan kepada polisi dari ancaman pembunuhan atau bahaya lainnya. Maka hal seperti ini hukumnya boleh namun dengan syarat berikut ini: <br />
Pertama, perkara tersebut adalah perkara yang mampu dilakukan oleh makhluk. Maka tidak boleh seseorang meminta perlindungan dari bahaya badai kepada Nyi Roro Kidul atau kepada makhluk yang lainnya, meminta perlindungan dari bahaya paceklik kepada dukun, kyai ataupun nabi sekalipun. Mengapa? Karena jelas-jelas perkara ini perkara yang sedikit pun tidak mereka kuasai. <br />
Kedua, orang yang dimintai tersebut masih hidup. Maka tidak boleh meminta perlindungan kepada orang-orang yang mati, meskipun dia seorang wali atau nabi sekali pun. Bahkan meskipun juga andaikan dia hidup, dia dapat memberikan perlindungan tersebut. <br />
Ketiga, orang yang dimintai tidak dalam keadaan ghoib (terjadi komunikasi). Maka salahlah perbuatan orang-orang thoriqot atau kaum sufi yang mereka meminta kepada syaikh-syaikh thoriqotnya (yang tidak hadir) agar terhindar dari suatu bahaya. <br />
Dari ketiga syarat yang sudah disampaikan di atas, maka barang siapa yang ketika dalam isti'adzahnya kepada selain Alloh (kepada makhluk) itu tidak memenuhi ketiga syarat di atas maka sesungguhnya dia telah melakukan kesyirikan kepada Alloh dalam hal isti'adzah.. <br />
Bahaya Isti'adzah kepada Selain Allah <br />
Alloh berfirman: <br />
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ <br />
"Sesungguhnya Alloh tidak mengampuni apabila dia dipersekutukan dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya kepada siapa yang dikehendaki." (An Nisa: 116) <br />
Rosululloh bersabda yang artinya: "Barang siapa yang mati sedangkan dia membuat tandingan-tandingan untuk Alloh maka dia masuk neraka". (HR. Bukhori) <br />
Dalam kaitan dengan isti'adazah Alloh menceritakan: <br />
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً <br />
"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan ketakutan." (Jin: 6) <br />
Dari ayat ini Alloh menjelaskan bahwa orang-orang yang meminta perlindungan kepada selain Alloh, maka tidaklah dia akan mendapatkan suatu ketenangan, bahkan sebaliknya dia akan semakin bertambah takut dan mendapatkan dosa. <br />
Kesyirikan Masa Kini Lebih Parah Daripada Dahulu <br />
Cukuplah hal ini menjadi bukti bahwa ternyata kesyirikan zaman ini ternyata lebih parah bila dibandingkan kesyirikan kaum musyrik dahulu. Kaum musyrik dahulu tidak mempersekutukan Alloh dalam sifat Rububiyah-Nya. Mereka meyakini bahwa yang menguasai alam semesta ini, yang berkuasa atas segala sesuatu, yang mampu menolong mereka dari mara bahaya hanya Alloh Ta'ala semata tidak ada yang lainnya. Seperti yang Alloh ceritakan perihal mereka: <br />
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ <br />
"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Alloh dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Alloh)." (Al Ankabut: 65) <br />
Syaikh As Sa'di mengatakan: "Kemudian Alloh menerangkan tentang bagaimana tauhid kaum musyrikin tatkala mereka berada dalam mara bahaya dan ketakutan yang mencekam yakni ketika mereka berada di atas bahtera. Pada saat mereka ditimpa ombak yang besar di tengah lautan, mereka meninggalkan sesembahan mereka yang lain dan mereka hanya berdoa kepada Alloh semata (sebab mereka yakin bahwa yang hanya bisa menolong mereka pada saat itu hanyalah Alloh semata). Maka tatkala mara bahaya itu telah hilang dari mereka dan Alloh selamatkan mereka sehingga mereka sampai di daratan, maka tiba-tiba saja mereka kembali mempersekutukan Alloh dengan tandingan-tandingan, padahal tandingan tersebut mereka yakini tidaklah mampu menyelamatkan mereka." (Taisir Karimir Rohman). <br />
Lalu bagaimanakah kondisi sebagian orang yang mengaku- aku merupakan bagian dari kaum muslimin sekarang. Di antara mereka ada yang meyakini bahwa ada penguasa lain di alam ini. Ada yang meyakini bahwa yang menguasai pantai laut selatan adalah Nyi Roro Kidul, yang menguasai (atau dalam bahasa mereka "mbahu rekso") jembatan ini, pohon ini adalah mbah anu dan lain sebagainya. Lalu di antara mereka ada pula yang apabila akan ditimpa kesusahan atau marabahaya, tidak meminta tolong kepada Alloh semata (sebagaimana kaum musyrik dulu) namun malah datang kepada dukun-dukun yang sebenarnya mereka tidak berkuasa sedikit pun untuk menghindarkan mereka dari bahaya tersebut. Na'udzu Billah. Bukankah ini lebih parah dibanding kaum musyrikin dahulu? Maka semoga Alloh memberikan petunjuk kepada kita dan seluruh kaum muslimin.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-11069598465247766862010-01-12T15:37:00.001+07:002010-01-12T15:37:49.166+07:00Cara Menguatkan ImanSoal : <br />
" Bagaimana seseorang mampu menjadikan imannya kuat padahal ia tidak terpengaruh oleh ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya kecuali sedikit ?" <br />
Jawab : <br />
Riskas kata, di sini nampak bahwa orang yang mengatakan perkataan ini beriman kepada hari akhir dan membenarkannya, padahal dalam hatinya ada sedikit sifat keras kepala. Pada zaman kita sekarang orang yang mempunyai sifat keras kepala seperti ini sangat banyak. Yang menjadi sebabnya adalah sikap menjauhkan diri dari memperhambakan dan merendahkan diri secara sempurna kepada Allah. <br />
Sekiranya manusia mau memperhatikan Al-Qur'an dan merenungkannya, niscaya hatinya akan lembut dan khusyu' <span class="fullpost"><br />
karena Allah berfirman (yang artinya) : <br />
" Sekiranya Kami menurunkan Al- Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah di sebabkan takut kepada Allah..."(QS. Al-Hasyr (50 ) : 21). <br />
Diantara sebab-sebab manusia menjadi bersifat keras kepala adalah karena glamournya kehidupan dunia masa kini dan terfitnah oleh keglamouran ini serta banyaknya kesulitan- kesulitan hidup di dunia. Oleh karena itu, Anda menemukan orang-orang kecil yang tidak memiliki akses kepadanya, mereka justru menjadi orang yang khusyu' dan lebih banyak menangis daripada orang-orang yang terpandang. Hal ini dapat kita saksikan dan kalian pun dapat menyaksikan orang seperti ini sekarang di lantai- lantai Masjidil Haram. <br />
Anda dapat menemukan remaja- remaja berumur 18 tahun dan yang sebaya dengannya menangis ketika membaca ayat- ayat Al-Qur'an yang berisikan ancaman dan kabar gembira. <br />
Tangis mereka labih keras daripada tangis orang-orang dewasa, karena hati mereka lebih lembut. Hal ini disebabkan mereka belum banyak tergantung kepada dunia dan belum pula terjepit oleh berbagai berbagai kesulitan yang besar atau yang kecil. Oleh karena itu, kita melihat mereka jauh lebih khusyu' dan hatinya lebih lembut dari pada mereka yang memperoleh akses dunia dan mendapatkan kesempatan mengolah dunia, sehingga hati mereka galau, pikiran mereka bercabang-cabang kesana kemari. <br />
Maka dari itu, nasehat kepada saudara adalah hendaknya hatinya dan pikirannya terfokus pada agama saja, keinginan kuat untuk membaca Al-Qur'an dengan penuh renungan dan perlahan- lahan. Hendaknya ia juga berkemauan keras untuk menelaah hadits-hadits yang membuat kabar gembira dan ancaman agar hatinya menjadi lunak. <br />
Maroji' : <br />
Di jawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam kitab Majmu' Duruus wa Fataawa Al- Haraam Al-Makii, juz 3 , hal. 380. <br />
Ditulis oleh DoelatifBlog<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-59603005068150268242010-01-08T04:01:00.001+07:002010-01-08T04:01:48.351+07:00Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Dua Golongan Umat IslamOleh : Ustadt Yazid bin Abdul Qadir Jawas<br/> <br />
TAQDIM <br />
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan umat Islam masuk neraka dan satu golongan umat Islam masuk surga adalah hadits lemah, dan yang benar kata mereka adalah tujuh puluh dua golongan masuk surga dan satu golongan saja yang masuk neraka, yaitu golongan zindiq. Mereka melemahkan hadist tersebut karena tiga hal : <br />
Karena sanad-sanadnya ada kelemahan. <br />
Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya : satu hadits mengatakan 72 golongan masuk neraka, di hadits lain disebutkan 71 golongan dan di lain hadits disebutkan 70 golongan lebih tanpa menentukan batasnya. <span class="fullpost"><br />
Karena makna (isi) hadits tersebut tidak cocok dengan akal, semestinya kata mereka ; umat Islam ini menempati surga atau minimal menjadi separoh penghuni ahli surga. <br />
Dalam tulisan ini Insya Allah saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya hadits ini serta penjelasan dari para Ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang kemusykilan yang ada, baik dari segi sanadnya maupun dari segi maknanya. <br />
JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT . <br />
Kalau kita kumpulkan hadits- hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan dan satu golongan yang masuk surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh ahli hadits dari 14 (empat belas) shahabat Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wasallam, yaitu ; Abu Hurairah, Mu'awiyah, Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash, Auf bin Malik, Abu Umamah, Ibnu Mas'ud, Jabir bin Abdillah, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu Darda', Watsilah bin Al-Asqa', Amr bin 'Auf Al-Muzani, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ariy, dan Anas bin Malik. <br />
Sebagian dari hadit-hadits tersebut ialah : <br />
Artinya : <br />
"Dari Abu Hurairah ia berkata : "Telah bersabda Rasulullah Shollallohu 'Alaihi wasallam. Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan Kaum Nashrani telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan". <br />
Keterangan : <br />
Hadits ini diriwayatkan oleh : <br />
Abu Dawud : Kitabus Sunnah, 1 bab Syarhus Sunnah 4 : 197-198 nomor hadits 4596. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud. <br />
Tirmidzi : Kitabul Iman, 18 bab Maa ja'a fi 'Iftiraaqi Hadzihil Ummah, nomor 2778 dan ia berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH. (lihat Tuhfatul-Ahwadzi VII : 397- 398). <br />
Ibnu Majah : 36 Kitabul Fitan, 17 bab Iftiraaqil Umam, nomor 3991. <br />
Imam Ahmad dalam Musnadnya 2 : 332 tanpa menyebutkan kata Nashara. <br />
Hakim dalam kitabnya : Al- Mustadrak : Kitabul Iman 1 : 6 dan ia berkata : Hadits ini banyak sanadnya dan berbicara masalah pokok-pokok agama. <br />
Ibnu hibban dalam kitab Mawaariduzh-Zhan'aam: 31 Kitabul Fitan, 4 bab Iftiraaqil Umam, halaman 454 nomor 1834. <br />
Abu Ya'la Al-Mushiliy dalam kitabnya Al-Musnad : Musnad Abu Hurairah. <br />
Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab "As- Sunnah", bab 19 -bab Fima Akhbara Bihin Nabi Anna Ummatahu Sataf Tariqu juz I hal. 33 nomor 66. <br />
Ibnu Baththah Fil Ibanatil Kubra : bab Dzikri Iftiraaqil Umma Fiidiiniha, Wa'alakam Tartaraqul Ummah ?. juz I hal. 228 nomor 252. <br />
Al-Aajurriy dalam kitabnya "Asy- Syari'ah" bab Dzikri Iftiraaqil Umam halaman 15. <br />
Semua ahli hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan Muhammad bin 'Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurarirah dari Nabi Shollallohu 'Alaihi Wasallam. <br />
RAWI HADITS <br />
A. Muhammad bin 'Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Alilitsiy. <br />
Imam Abu Hatim berkata : Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru). <br />
Imam Nasa'i berkata : Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan pernah ia berkata bahwa Muhammad bin 'Amr adalah orang yang tsiqah. <br />
Imam Dzahabi berkata : Ia seorang Syaikh yang terkenal dan haditsnya hasan. <br />
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia orang yang benar, hanya ada beberapa kesalahan. <br />
(Lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil 8 : 30-31 , Mizanul I'tidal III : 367 , Tahdzibut Tahdzib IX : 333-334 , Taqribut Tahdzib II : 196). <br />
B. Abu Salamah itu Abdur- Rahman bin Auf. Beliau adalah rawi Tsiqah, Abu Zur'ah <br />
berkata : Ia seorang rawi Tsiqah. <br />
(Lihat : Tahdzibut Tahdzib XII : 127 . Taqribut Tahdzib II : 430). <br />
DERAJAT HADITS . <br />
Hadits ini derajatnya : HASAN, karena ada Muhammad bin 'Amr, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH karena banyak SYAWAHIDNYA. <br />
Tirmidzi berkata : Hadits ini HASAN SHAHIH. <br />
Hakim berkata : Hadits ini SHAHIH menurut syarat Muslim dan keduanya (yaitu : Bukhari, Muslim) tidak mengeluarkannya, dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (Mustadrak Hakim : Kitabul 'Ilmi juz I hal. 128). <br />
Ibnu Hibban dan Asy-Syathibi dalam Al-'Itisham 2 : 189 menshahihkan hadits ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih No. 203 dan Shahih Tirmidzi No. 2128. <br />
Artinya : <br />
"Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu'awiyah) pernah berdiri dihadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wasallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah sesungguhnya orang- orang sebelum kami dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. (Adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu "Al-Jama'ah". <br />
Keterangan : <br />
Hadits ini diriwayatkan oleh : <br />
Abu Dawud : Kitabus Sunnah, bab Syarhus Sunnah 4 : 198 nomor 4597. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud. <br />
Darimi 2 : 241 bab Fii Iftiraaqi Hadzihil Ummah. <br />
Imam Ahmad dalam Musnadnya 4 : 102 <br />
Hakim dalam kitab Al-Mustadrak 1 : 128. <br />
Al-Aajurriy dalam kitab "Asy- Syari'ah" hal : 18 <br />
Ibnu Abi'Ashim dalam kitab As- Sunnah 1 : 7 nomor 1 dan 2. <br />
Ibnu Baththah Fil Ibanati Kubra 1 : 221 , 223 nomor 245 dan 247. <br />
Al-Laalikai dalam kitab 'Syarhu Ushuulil i'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah 1 : 101-102 nomor 150 tahqiq Dr Ahmad Sa'ad Hamdan. <br />
Ashbahaani dalam kitab "Al- Hujjah Fi Bayaanil Mahajjah" fasal Fidzikril Ahwa' al Madzmumah al Qismul Awwal hal 177 nomor 107. <br />
Semua Ahli Hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan : <br />
Shafwah bin 'Amr, ia berkata : Telah memberitakan kepadaku Azhar bin Abdullah Al-Hauzani dari Abu 'Amr Abdullah bin Luhai dari Mu'awiyah. <br />
RAWI HADITS <br />
1. Shafwah bin 'Amir bin Haram as-Saksakiy : Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-'Ijliy, Abu Hatim, Nasa'i, Ibnu Sa'ad, ibnul Mubarak dan lain-lain. <br />
Dzahabi berkata : Mereka para ahli hadits mengatakan ia orang Tsiqah. <br />
Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah. <br />
(Lihat : Tahdzibut Tahdzib IV : 376 . Al-Jarhu wat Ta'dil IV : 422 . Taribut Tahdzib I : 368 , Al-Kasyif II : 27). <br />
2. Azhar bin Abdullah Al-Haraazi. Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-I'jiliy dan Ibnu Hibban. <br />
Imam Dzahabi berkata : Ia seorang tabi'in dan haditsnya hasan. Ibnu Hajar berkata : Ia Shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang nashb. <br />
(Lihat : Mizanul I'tidal I:173 . Taqribut Tahdzib I:52 . Ats-Tsiqat oleh Al-'Ijily hal. 59 dan ASt- Tsiqat oleh Ibnu hibban IV : 38). <br />
3. Abu 'Amir Al-Hauzani ialah Abu Amir Abdullah bin Luhai. <br />
Abu Zur'ah dan Daraquthni berkata : ia tidak apa-apa yakni boleh dipakai. <br />
Al'Ijily dan Ibnu Hibban mengatakan dia orang Tsiqah. <br />
Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata : Ia orang Tsiqah. <br />
(Liha: Al-Jarhu wa Ta'dil V : 145 . Tahdzibut Tahdzib V : 327 . Taqribut-Tahdzib 1 : 444 dan Al- kasyif II : 109). <br />
DERAJAT HADITS <br />
Derajat hadits ini : HASAN, karena ada rawi Azhar bin Abdullah, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH dengan SYAWAHIDNYA. <br />
Hakim berkata : Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. Dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (lihat : Al-Mustadrak I : 128). <br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Hadits ini Shahih Masyhur (lihat : Silsilah Hadits Shahih I : 359 oleh Syaikh Al- Albani). <br />
Artinya : <br />
"Dari Auf bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, satu golongan masuk surga, dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka". Beliau ditanya : "Ya Rasulullah, Siapakah satu golongan itu ?". Beliau menjawab ; "Al-Jama'ah". <br />
Keterangan. <br />
Hadits ini diriwayatkan oleh : <br />
Ibnu Majjah : Kitabul Fitan, bab Iftiraaqil Umam II:1322 nomor 3992. <br />
Ibnu Abi 'Ashim 1 :32 nomor 63 <br />
Al-Laaikaaiy Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah Wal Jama'ah 1 :101. <br />
Semuanya meriwayatkan dari jalan 'Amr bin 'Utsman, telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Sahfwan bin 'Amr dari Rasyid bin Sa'ad dari 'Auf bin Malik. <br />
RAWI HADITS . <br />
'Amr bin 'Utsman bin Sa'id bin Katsir Dinar Al-Himshi. Nasa'i dan Ibnu Hibban mengatakan : Ia orang Tsiqah (lihat : Tahdzibut Tahdzib VIII:66-67). <br />
'Abbad bin Yusuf Al-Kindi Al- Himshi. Ibnu 'Adiy berkata : Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya. Ibnu Hajar berkata : Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi'nya). (Lihat Mizanul I'tidal II:380 . tahdzibut Tahdzib V:96-97 . Taqribut Tahdzib I:395). <br />
Shafwan bin 'Amr : Tsiqah (Taqribut Tahdzib I:368). <br />
Rasyid bin Sa'ad : Tsiqah (Tahdzib III:225 . Taqribut tahdzib I:240). <br />
DERAJAT HADITS <br />
Derajat hadits ini : HASAN karena ada 'Abbad bin Yusuf, tetapi harus mejadi SHAHIH dengan beberapa SYAWAHIDNYA. <br />
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini SHAHIH dalam Shahih Ibnu Majah II:36 nomor 3226 cetakan Maktabul Tarbiyah Al'Arabiy Liduwalil Khalij cet: III tahun 1408H. <br />
Hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3993 . Imam Bushiriy berkata : Isnadnya Shahih dan rawi- rawinya tsiqah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3227 . (Lihat : 7 sanad yang lain dalam Silsilah Hadits Shahih 1 : 360-361. <br />
Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitabul Iman, bab Maaja' Fiftiraaqi Hadzihi Ummah No. 2779 dari shahabat Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash dan Imam Al-Lalikaiy juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushulil I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah I:99 No. 147 dari shahabat dan dari jalan yang sama, degan ada tambahan pertanyaan, yaitu : Siapakah golongan yang selamat itu ?. Beliau Shollallohu 'Alaihi Wasallam menjawab : <br />
"MAA ANAA 'ALAIYHI WA-ASH- HAABII" <br />
"Ialah golongan yang mengikuti jejak-Ku dan jejak para shahabat-Ku". <br />
RAWI HADITS <br />
Dalam sanad hadits ini ada rawi yang lemah yaitu : Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um Al-ifriqy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma'in, Imam Ahmad, Nasa'i dan selain mereka. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia lemah hapalannya.(Tahdzib VI: 157-160 . Taqribut Tahdzib I:480). <br />
DERAJAT HADITS <br />
Imam Tirmidzi mengatakan hadist ini HASAN, karena banyak syawahidnya. Bukan beliau menguatkan rawi ini, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan rawi ini. (Lihat : Silsilah Al-Hadits Shahihah No. 1348 dan Shahih Tirmidzi No. 2129). <br />
KESIMPULAN . <br />
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits- hadits tentang terpecahnya umat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga adalah HADITS SHAHIH yang memang datangnya dari Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wasallam, dan tidak boleh seorangpun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau dia dapat membuktikan secara ilmu hadits tentang kelemahan hadits-hadits tersebut. <br />
SEBAGIAN YANG MELEMAHKAN . <br />
Ada sebagian orang yang melemahkan hadits-hadits tersebut, karena melihat jumlah yang berbeda-beda, yakni ; di suatu hadits tersebut 70 , di hadits lain disebut 71 , di hadits lain lagi disebutkan 72 terpecahnya dan satu masuk surga. Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu.?. <br />
Di hadits 'Auf bin Malik dari jalan Nu'aim bin Hammad, yang diriwayatkan oleh Bazzar I:98 No. 172 dan Hakim IV:130 disebut 70 lebih dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena ada Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia banyak salahnya. Nasa'i berkata :Ia orang yang lemah. (Lihat : Mizanul I'tidal IV: 267-270 . Taqribut Tahdzib II:305 dan Silsilah Hadits Dha'ifah dan Maudhu'ah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani). <br />
Di hadits Sa'ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin "Ubaidah ar- Rabazi yang diriwayatkan oleh Al-Ajurriy Fisy-"Syari'ah", Bazzar fi "Kasyfil Atsar" No.284 dan Ibnu Baththah Fil "Ibanatil Kubra" No. 242 ,245 ,246 , disebut 71 golongan sebagaimana Bani Israil. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena Musa bin 'Ubaidah adalah rawi LEMAH. (lihat : Taqribut- Tahdzib II : 286). <br />
Di hadits 'Amr bin Auf dari jalan Katsir bin Abdillah, dan dari Anas dari jalan Al-Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim I:129 dan Imam Ahmad, disebut 72 golongan. Tetapi sanad ada dua rawi di atas (Taqribut Tahdzib II:132 , Mizanul I'tidal IV: 347-348 dan Taqribut Tahdzib II:336). <br />
Di hadits Abu Hurairah, Mu'awiyah 'Auf bin Malik, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits disebut 73 golongan, yaitu ; 72 golongan masuk neraka dan 1 (satu) golongan masuk surga, dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih sebagaimana sudah dijelaskan di atas. <br />
TARJIH . <br />
Hadits-hadist yang menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding hadits-hadits yang menyebut 70 ,71 atau 72. <br />
MAKNA HADITS . <br />
Sebagian orang menolak hadits- hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal ketimbang wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih utama dibanding dengan akal manusia, karena manusia ini adalah lemah, jahil (bodoh), zhalim, sedikit ilmunya, sering berkeluh kesah, sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya (41 :42). <br />
Adapun soal makna hadits masih musykil (sulit dipahami) maka janganlah cepat-cepat kita menolak hadits-hadits shahih, karena betapa banyaknya hadits-hadits shahih yang belum kita pahami makna dan maksudnya.!! <br />
Yang harus digaris bawahi adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih tahu daripada kita. Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wasallam menerangkan bahwa umatnya akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqah,semuanya ini telah terbukti. Yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok- kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan Al- Qur'an, As-Sunnah As-Shahihah dan penjelasan para shahabat dan para Ulama Salaf, agar kita menjadi golongan yang selamat dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok sesat yang kian hari kian berkembang. <br />
Wallahu 'alam.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-1339333649635478062010-01-08T03:51:00.005+07:002010-01-10T00:26:45.666+07:00Hadist Palsu Tentang Perpecahan UmatOleh : Ustadt Yazid bin Abdul Qadir Jawas <br />
<br />
Hadits palsu tersebut bunyinya adalah sebagai berikut : <br />
"TAFTARIQU UMMATI 'ALA BIDH'IW- WASAB'IINA FIRQOTAN KULLUHAA FIIL-JANNATI ILLA FIRQOTAW- WAHIDAH WAHIYAA ZANAADIQOH". <br />
"Umat-Ku akan terpecah menjadi lebih dari 70 golongan, semuanya akan masuk surga, kecuali satu golongan yang akan masuk neraka, yaitu golongan zindiq". <br />
Keterangan : <br />
Hadits ini diriwayatkan dengan tiga jalan: <span class="fullpost"><br />
Diriwayatkan oleh Al 'Uqaili dalam kitab 'Adh-Dhua'afa IV:201 dan Ibnul Jauzi dalam kitab "Al- Maudhu'at" 1 :267 dari jalan Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat, telah menceritakan kepada kami Al-Abrad bin Al-Asyras dari Yahya bin Sa'id dari Anas secara marfu'. <br />
Diriwayatkan oleh Dailami (2 /1 /41) dari jalan Nu'aim bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Al-Yaman dari Yasin Az-Zayyat dari Sa'ad bin Sa'id saudara Yahya bin Sa'id Al-Anshari dari Anas. <br />
Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dari Daruquthni dari jalan "Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Al-Ubullity Hafs bin Umar dari Mus'ir dari Sa'ad bin Sa'id dari Anas. <br />
RAWI HADITS <br />
Di sanad yang pertama ada dua rawi yang sangat lemah. <br />
Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat. Al- 'Uqaili berkata : Ia rawi MAJHUL dan haditsnya tidak terpelihara.(lihat : Muzanul I'tidal IV:133 dan Lisanul Mizan VI:55-56). <br />
Al-Abarad bin Al-Asyras. Ibnu Khuzaimah berkata : Ia tukang memalsukan hadits. Al-Azdiy berkata : Haditsnya tidak shah. (Lihat Mizanul I'tidal 1 :77-78 dan Lisanul mizan I: 128-129). <br />
Di sanad yang kedua ada dua rawi yang lemah : <br />
Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia benar tapi banyak salah (Taqrib II : 305). <br />
Yasin bin Mu'adz Az-Zayyat. Imam Bukhari berkata : Munkarul hadits. Nasa'i dan Ibnu Junaid berkata : Ia rawi Matruk, Ibnu Hibban berkata : Ia sering meriwayatkan hadits Maudhu'. (lihat Mizanul I'tidal IV : 358). <br />
Di sanad yang ketiga, ada dua rawi tukang dusta. <br />
Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy As- Sijistani. Kata Ibnu Khuzaimah : Aku bersaksi bahwasanya ia sering memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam (lihat Mizanul I'tidal III:49). <br />
Abu Ismail Al-Ubuliy Hafs bin Umar bin Maimun. Kata Abu Hatim Ar- Razi : Ia adalah syaikh tukang dusta (lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil III:183 nomor 789). <br />
KESIMPULAN . <br />
Kata ibnul Jauzi : Hadits dengan lafadz seperti di atas tidak ada asalnya. Yang benar adalah : Satu golongan yang masuk surga yaitu : Al-Jama'ah (Al-Maudhu'at I: 267-268 cet. II Darul Fikr 1403 H). Kata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Hadits dengan lafadz seperti ini (yakni seperti yang tersebut diatas) adalah PALSU. <br />
PERIKSA <br />
Al-Maudhu'at I: 267-268 oleh Ibnul Jauzi. <br />
Al-Laali' Al-Mashnu'ah fil Ahaditsil Maudhu'ah I:128 oleh As-Suyuthi. <br />
Tanziihusy Syari'ah I:310 oleh Ibnul Araq Al-Kattaani. <br />
Al-Fawaaidul majmua'ah fil Ahaaditsil Maudhu'ah hal: 431-432 nomor 1387 oleh Imam Syaukani. <br />
Silsilah Ahaadits Dha'iifah wal Maudhu'ah nomor 1035 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. <br />
Kitab-kitab Rijaalul Hadits yang tersebut diatas. <br />
Wallahu 'alam. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-15924259423493787082010-01-08T03:39:00.001+07:002010-01-08T03:39:25.614+07:00Jangan Percaya Ramalan BintangOleh: Al Ustadzah Ummu Ishaq Al Atsariyyah <br/><br />
Horoskop atau mudahnya kita sebut ramalan nasib seseorang dengan melihat bintang kelahirannya, termasuk satu kolom atau rubrik yang laris manis di surat kabar, tabloid, ataupun majalah. Bahkan bisa ditanyakan lewat sms ke paranormal tertentu yang memasang iklan di sejumlah media. Yang berbintang pisces, pantasnya berjodoh dengan yang berbintang A. Keberuntungan di tahun ini demikian dan demikian...<span class="fullpost"><br />
Dalam waktu-waktu dekat ini ia jangan bepergian keluar kota karena bahaya besar mengancamnya di perjalanan. Untuk yang berbintang sagitarius, tahun ini lagi apes... Tapi di penghujung tahun akan untung besar, maka bagusnya ia usaha begini dan begitu... Cocoknya ia mencari pasangan gemini. Demikian contoh ramalan yang ada! <br />
Anehnya, ramalan dusta seperti ini banyak yang percaya. Bahkan di antara mereka bila melihat surat kabar atau majalah, rubrik dusta ini yang pertama kali mereka baca. Khususnya yang menyangkut bintang kelahiran mereka atau bintang kelahiran kerabat dan sahabat mereka. Ada yang menggantungkan usaha mereka dengan ramalan bintang, untuk mencari jodoh lihat apa bintangnya dan seterusnya. <br />
Meyakini bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh terhadap kejadian di alam ini hukumnya haram. Kejadian seperti ini bukan muncul belakangan behkan merupakan keyakinan kuno, keyakinan kaum Namrud, raja yang kafir zalim, yang kepada mereka Nabiullah Ibrahim 'alaihissalam diutus. Mereka dinamakan kaum Shabi`ah, para penyembah bintang-bintang. Mereka membangun haikal dan rumah-rumah ibadah untuk menyembah bintang-bintang tersebut. Mengakar dalam keyakinan mereka bahwa bintang-bintang mengatur perkara di alam ini. Wallahul musta'an (Allah Subhanahu wa Ta'ala sajalah yang dimintai pertolongan-Nya), keyakinan syirik tersebut telah diwarisi oleh umat yang datang setelah mereka. ( I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid , Asy- Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, 2 /19) <br />
Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan bintang- bintang bukan untuk dijadikan tandingan-Nya sebagai pengatur alam semesta ini, atau sekadar memberi pengaruh terhadap kejadian di muka bumi. Sungguh, bintang-bintang tidak ada hubungannya dengan nasib dan keberuntungan seseorang. <br />
Qatadah ibnu Di'amah As-Sadusi rahimahullahu, seorang imam yang mulia dalam masalah tafsir, hadits, dan ilmu yang lainnya mengatakan, "Allah 'Azza wa Jalla menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hikmah atau faedah, Pertama: sebagai penghias langit. Kedua: sebagai pelempar setan. Ketiga: sebagai tanda-tanda dijadikan petunjuk. Siapa yang menafsirkan dengan selain tiga faedah tersebut, sungguh ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya[1]. Ia juga telah membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak memiliki ilmu tentangnya." (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih -nya, Kitab Bad`ul Khalqi, bab Fin Nujum) <br />
Faedah pertama dari penciptaan bintang-bintang ditunjukkan seperti dalam firman Allah 'Azza wa Jalla: <br />
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ <br />
"Sesungguhnya Kami menghiasi langit dunia dengan perhiasan bintang-bintang." (Ash Shaffat: 6) <br />
Faedah kedua sebagai pelempar setan, seperti dalam ayat: <br />
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ <br />
"Sungguh Kami telah menghiasi langit dunia dengan pelita-pelita dan Kami jadikan pelita-pelita tersebut sebagai pelempar para setan...." (Al-Mulk: 5) <br />
Kenapa setan-setan itu dilempar? Karena mereka berupaya mencuri berita dari para malaikat di langit untuk kemudian disampaikan kepada dukun/tukang ramal, kekasih mereka dari kalangan manusia. Lalu dukun ini mencampurinya dengan seratus kedustaan. <br />
Sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam diutus, para setan ini bebas mencuri berita dari langit. Namun ketika beliau telah diangkat sebagai nabi dan rasul, Allah 'Azza wa Jalla menjaga langit dengan panah- panah api yang dilepaskan dari bintang-bintang sehingga membakar dan membinasakan setan yang jahat tersebut. Allah 'Azza wa Jalla menyampaikan kepada kita pengabaran para jin tentang diri mereka dalam ayat- Nya yang mulia: <br />
وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ ۖ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا <br />
"Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar- dengarkan berita-beritanya. Tetapi sekarang barangsiapa yang mencoba mendengar- dengarkan seperti itu tentu akan menjumpai panah api yang mengintai untuk membakarnya. Dan sungguh dengan adanya penjagaan tersebut kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan bagi mereka." (Al-Jin: 8-10) <br />
Faedah ketiga, bintang-bintang dijadikan sebagai tanda/petunjuk arah dan semisalnya. Sebagaimana Allah 'Azza wa Jalla berfirman: <br />
وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ <br />
"Dan Dia menancapkan gunung- gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kalian dan Dia menciptakan sungai- sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapatkan petunjuk. Dan Dia ciptakan tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk." (An-Nahl: 15) <br />
Allah 'Azza wa Jalla menjadikan tanda-tanda di bumi dan di langit bagi musafir sebagai penunjuk arah bagi mereka. Tanda-tanda di bumi seperti jalan-jalan dan gang-gang, demikian pula gunung-gunung. Tanda-tanda di langit berupa bintang, matahari dan bulan. Orang-orang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk/tanda bagi mereka ketika mereka melakukan perjalanan. Terlebih lagi di tengah lautan yang tidak bergunung dan tidak ada rambu- rambu. Demikian pula perjalanan di malam hari, dengan melihat bintang tertentu mereka jadi mengerti arah sehingga mereka bisa menuju arah yang mereka inginkan. ( I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid , 2 /21) <br />
Allah 'Azza wa Jalla berfirman: <br />
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ <br />
"Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang untuk kalian agar kalian menjadikannya sebagai petunjuk dalam kegelapan di daratan dan di lautan." (Al-An'am: 97) <br />
Maksudnya, dengan bintang- bintang tersebut kalian dapat mengetahui arah tujuan kalian (dalam perjalanan). Bukankah yang dimaksudkan di sini bahwa bintang-bintang itu dijadikan petunjuk dalam ilmu gain, sebagaimana diyakini oleh para ahli nujum. ( Fathul Majid , 2 /529) <br />
Siapa yang ingin menambah lebih dari tiga perkara ini seperti meyakini bintang-bintang itu menunjukkan kejadian di muka bumi, turunnya hujan, berhembusnya angin, kematian atau kehidupan seseorang, maka semuanya itu mengada-ada dan mengaku-aku tahu ilmu gaib. Padahal tidak ada yang tahu tentang perkara gaib kecuali hanya Allah 'Azza wa Jalla. Dia Yang Maha Suci berfirman: <br />
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ <br />
"Katakanlah (ya Muhammad) tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara gaib kecuali Allah saja." (An-Naml: 65) <br />
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh rahimahullahu berkata mengomentari ucapan Qatadah di atas, "Perhatikanlah kemungkaran yang diingkari oleh Imam ini yang terjadi di masa tabi'in hingga sampai pada puncaknya di masa-masa ini. Bala merata di seluruh penjuru negeri, baik sedikit maupun banyak. Namun jarang didapatkan orang yang mengingkarinya dalam agama. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." ( Fathul Majid , 2 / 528-529) <br />
Meramal nasib dengan gerakan- gerakan bintang dan bentuknya termasuk dalam apa yang diistilahkan dengan ilmu ta`tsir, yaitu keyakinan bahwa bintang- bintang memberi pengaruh di alam ini. Ilmu ini haram hukumnya. Ilmu ini terbagi tiga macam, sebagiannya lebih haram daripada yang lainnya. <br />
Pertama: meyakini bahwa bintang-bintang itulah yang menjadikan peristiwa-peristiwa di alam ini baik berupa kebaikan ataupun kejelekan, sakit ataupun sehat, paceklik ataupun panen raya, dan selainnya. Sumber kejadian di alam ini adalah gerakan-gerakan dan bentuk-bentuk bintang. Keyakinan kaum Shabi`ah ini merupakan penentangan kepada Sang Pencipta 'Azza wa Jalla, karena menganggap adanya pencipta selain Dia, dan merupakan kekufuran yang nyata berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. <br />
Kedua: seseorang tidak meyakini bahwa bintang-bintang itu yang menjadikan peristiwa di alam ini. Tapi menurutnya bintang-bintang itu hanya sebab yang memberi pengaruh. Adapun yang menciptakan adalah Allah 'Azza wa Jalla. Keyakinan ini pun batil, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak pernah menjadikan bintang-bintang itu sebagai sebab, dan bintang tersebut tidak ada hubungannya dengan apa yang berlangsung di alam ini. <br />
Ketiga: menjadikan bintang- bintang sebagai petunjuk atas kejadian yang akan datang. Ini merupakan bentuk pengakuan terhadap ilmu gaib, masuk dalam katagori perdukunan serta sihir. Hukumnya kafir menurut kesepakatan kaum muslimin. ( Al- Qaulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid , Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah 2 /5 ,6) <br />
Ketiga macam ilmu ta`tsir ini batil, kata Asy-Syaikh Shalih Al- Fauzan hafizhahullah. Namun sayangnya, perkara batil ini disebarkan di kolom khusus pada sebagian majalah yang tidak berpegang dengan ajaran Islam. Disebutkan bahwa pada bintang A akan diperoleh ini dan itu bagi siapa yang melangsungkan pernikahan, atau siapa yang berjual beli akan beroleh laba. Sementara bintang B nahas/sial. Semua itu termasuk keyakinan jahiliah. ( I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid , Asy- Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, 2 /25) <br />
Al-Khaththabi rahimahullah berkata, "Ilmu nujum (perbintangan) yang terlarang adalah ilmu yang diaku-akui oleh ahli nujum bahwa mereka punya pengetahuan tentang alam dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa datang. Seperti, kapan waktu berhembusnya angin dan datangnya hujan, dan kapan terjadi perubahan harga, ataupun yang semakna dengannya berupa perkara- perkara- menurut pengakuan dusta mereka- yang dapat diketahui dari perjalanan bintang-bintang di garis edarnya dan dari berkumpul atau berpisahnya bintang-bintang tersebut. Mereka mengaku-aku bahwa bintang-bintang tersebut punya pengaruh terhadap alam bawah (bumi)." ( Ma'alimus Sunan 4 /230, sebagaimana dinukil dalam Fathul Majid 2 /527) <br />
Demikianlah. Maka jangan percaya dengan bualan si tukang ramal, apapun sebutan untuknya. Jangan pula percaya dengan omong kosong ramalan bintang. Jangan korbankan akidah dan jangan rusak tauhid anda! Wallahu a'lam bish-shawab. <br />
Catatan kaki : <br />
[1] Karena ia telah menyibukkan dirinya dengan perkara yang memudharatkannya dan tidak memberikan manfaat kepadanya. ( Fathul Majid , 2 /530) <br />
(Sumber: Majalah Asy Syariah No. 42 /IV/1429 H/2008 , halaman 92 s.d.94. Judul: Jangan Percaya Ramalan Bintang. Penulis: Al- Ustadzah Ummu Ishaq Al- Atsariyyah. katagori: Mutiara Kata)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-9423066508429732852010-01-08T03:23:00.004+07:002010-01-08T03:28:04.741+07:00Bolehkah Menonton Sulap?Diterjemahkan oleh Al- Ustadz Qomar ZA, Lc. <br />
hafizhahullaahu <br/> <br />
Seringkali kami mendengar tentang apa yang dilakukan oleh para penyulap berupa atraksi- atraksi mereka yang disaksikan oleh anak-anak muslimin, baik melalui layar televisi atau secara langsung di sebagian daerah dengan atraksi yang cepat dan tersembunyi sehingga mengundang perhatian mata. Seperti mematikan dan menghidupkan burung, mengeluarkan telur dari dua tangan, dan hal-hal semacam ini. Lantas apa hukum dari menyaksikan hal itu dan apakah hal tersebut termasuk sihir?<span class="fullpost"><br />
<br />
Jawab: <br />
Ya, itu termasuk salah satu macam sihir, yang disebut sihir takhyil (pengkhayalan/ilusi) semacam sihir yang dilakukan para tukang sihir Fir'aun, yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan dalam surat Thaha ayat 66: <br />
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ <br />
"Terbayang kepada Musa seakan-akan ia (tali-tali dan tongkat-tongkat mereka) merayap cepat, lantaran sihir mereka." (Thaha: 66) <br />
Juga firman-Nya: <br />
قَالَ أَلْقُوا ۖ فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ <br />
"Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih dahulu)!' Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan)." (Al-A'raf: 116) <br />
Hal-hal yang dilakukan para tukang sulap dalam sihir jenis ini adalah tidak sebenarnya. Bahkan hanya penipuan khayalan yang dilakukan penyulap untuk mengundang perhatian mata orang kepada apa yang dilakukannya dengan kecepatan tangannya. <br />
Adapun itu disebut sebagai sihir, karena Allah menyebutnya demikian. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang para tukang sihir Fir'aun: <br />
وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ <br />
"... Serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan)." (Al-A'raf: 116) <br />
Akan tetapi, apa hukumnya melihat atraksi semacam itu? <br />
Tanpa diragukan, tidak boleh menyaksikannya dan haram bagi seseorang melihatnya. Semestinya seseorang memperingatkan anak-anaknya agar tidak melihat yang semacam itu. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: <br />
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ <br />
"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok- olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (Al-An'am: 68) <br />
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚإِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا <br />
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang- orang kafir di dalam Jahannam." (An-Nisa': 140) <br />
Melihat sesuatu yang mungkar, padahal kita tidak mampu mengingkari. Kita juga dilarang duduk-duduk bersama orang yang melakukannya, karena dengan duduk di situ mengisyaratkan bahwa ia rela dengan perbuatan tersebut. Sementara sihir merupakan kemungkaran yang besar. Semestinya kita menjauhi tempat-tempatnya dan orang yang melakukannya. Demikian pula dalam permainan ini terkandung kesyirikan dan kekafiran, karena pesulap yang melakukan hal ini beranggapan bahwa ia memiliki sifat Rububiyyah (ketuhanan) yaitu kemampuan untuk menghidupkan sesuatu yang mati. Orang yang menganggap dirinya mampu melakukan demikian maka dia telah kafir, karena ini adalah kekhususan Rabb yang Maha Suci dan Tinggi. <br />
Yang penting di sini, kami katakan bahwa tidak boleh menyaksikan permainan yang dilakukan para pesulap dan mengandung sihir takhyil yang juga memuat hal-hal yang kufur (kekafiran), syirik, atau haram, baik melalui media penyiaran atau yang lain. (Diambil dari kitab Kaifa Tatakhallas minas Sihr )<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-86629633853531878682010-01-08T02:56:00.001+07:002010-01-08T02:56:14.703+07:00Kembalilah Kepada Para UlamaOleh : Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin bin Hamd al-Badr <br/><br />
Penerjemah Abu Ahmad Fuad Hamzah Baraba`, Lc. <br/> <br />
Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya,<span class="fullpost"> mereka mencapai kedudukan al- Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: <br />
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ <br />
Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS. az-Zumar: 9) <br />
Dan firman-Nya Azza wa Jalla: <br />
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ <br />
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. al-Mujadilah: 11) <br />
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. <br />
Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak." (Shahih, HR Ahmad (V/196 ), Abu Dawud (3641), at- Tirmidzi (2682 ), Ibnu Majah (223 ) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid). <br />
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan menggantikan peran dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan. <br />
Muhammad bin al-Munkadir berkata, "Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan hamba- hamba-Nya." <br />
Sufyan bin 'Uyainah berkata, "Manusia yang paling agung kedudukannya adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama." <br />
Sahl bin Abdullah berkata, "Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang kemudian bertanya, 'Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?' Kemudian dia menjawab, 'Istrinya telah dicerai.' Kemudian datang orang lain dan bertanya, 'Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada istrinya demikian-demikian?' Maka dia menjawab, 'Dia telah melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.' Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu)." <br />
Maimun bin Mahran berkata, "Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu." <br />
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. <br />
Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama." <br />
Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta penetapan hukum- hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama. <br />
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang- cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada insiyur, dan jangan pula meminta pendapat tentang arsitektur kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. <br />
Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal begitu mumpuni dan handal dalam ilmu ini, dan tidak meminta pendapat kepada para ulama yang mumpuni dan para imam yang kokoh ilmunya serta ahli fiqh dan ilmu pengetahuan dan ahli istimbath? <br />
Allah Ta'ala berfirman: <br />
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا <br />
Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`: 83) <br />
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang mumpuni dan handal dalam beristimbath hukum- hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena nash- nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu handal untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang mumpuni lagi handal. <br />
Abul 'aliyah mengatakan tentang makna "Ulil Amri" dalam ayat ini, "Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman, '(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)'." <br />
Dari Qatadah, "(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka", dia mengatakan, "Kepada ulamanya." "Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).", tentulah orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu. <br />
Dan dari Ibu Juraij, "(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul" sehingga beliaulah yang akan memberitakannya "dan kepada Ulil Amri" orang yang faqih dan faham agama. <br />
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: <br />
Ibnu Attin menukil dari ad- Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta'ala "Dan Kami turunkan az-Zikir (al- Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." An-Nahl : 44, berkata: Allah Ta'ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh Nabi- Nya apa-apa yang dibutuhkan pada waktu itu, sedangkan apa- apa yang belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83) <br />
Al-'Allamah Abdurrahman bin Sa'di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan mereka tidak layak, maka seyogyanya bagi mereka, apabila ada urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa- gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, nasehat serta brilian, yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya. Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman : "tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka." Yaitu: mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar. <br />
Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu. <br />
Dengan penjelasan ini diketahui wahai para pembaca budiman, bahwa perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama. <br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, "Jabatan dan kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya." Selesai ucapan Ibnu Taimiyah. <br />
Dan kita memohon kepada Allah Ta'ala agar memberkati kita, dengan adanya para ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu mereka, serta membalas mereka dengan sebaik-baik balasan. Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan mengabulkan permintaan. <br />
SUMBER : OMMATY, ed. 40 Dzulhijjah 1428 / Des. 2007 <br />
Dicuplik dari http://artikel.stai- ali.ac.id/?p=56<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-62457516349177748042010-01-03T06:24:00.001+07:002010-01-03T06:24:38.499+07:00Barokah Dakwah TauhidSetiap kebenaran dan yang diridhai Allah, niscaya akan mengundang barakah-Nya. Demikian pula dakwah tauhid <br />
Di antara bentuk rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya adalah dimunculkannya para ulama yang tampil untuk menegakkan Al-Haq dan mengajarkannya kepada umat, serta mengembalikan mereka kepada bimbingan Al- Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: <br />
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا <br />
"Sesungguhnya Allah akan munculkan untuk umat ini setiap awal/penghujung seratus tahun seorang yang memperbaharui dien." (HR. Abu Dawud)1 <span class="fullpost"><br />
Pada setiap generasi pun, Allah munculkan orang-orang yang akan mengemban amanah ilmu serta menjaganya dari upaya- upaya penyimpangan. Sehingga tak satu kesesatan pun yang ditebarkan di tengah umat kecuali para ulama akan tampil untuk membantahnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: <br />
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ <br />
"Ilmu agama ini akan terus dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari tiap-tiap generasi, yang selalu berjuang membersihkan agama ini dari: <br />
(1) Tahriful Ghalin (pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstrimis). <br />
(2) Intihalul Mubthilin (Kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama) <br />
(3 ) Ta`wilul Jahilin (Pena`wilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang yang jahil) 2 <br />
Di antara para ulama besar tersebut sekaligus sebagai salah satu Mujaddid bagi umat ini adalah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman At-Tamimi An-Najdi rahimahullahu. Beliau berdakwah untuk memurnikan tauhid umat yang ketika itu telah banyak diracuni oleh kesesatan aqidah tashawwuf yang mengarah kepada kesyirikan. <br />
Berbagai bentuk praktek amalan yang menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyelimuti negeri Najd khususnya dan negeri-negeri yang lainnya pada waktu itu. Dengan izin Allah, kemudian perjuangan beliau rahimahullahu, berbagai bentuk kesyirikan dan bid'ah di negeri Najd dan sekitarnya berhasil dikikis secara perlahan. Beliau pun berupaya untuk menegakkan syariat Islam dan mengajak umat untuk beriman dengan iman yang murni sesuai dengan bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Iman yang bersih dari aqidah sesat wihdatul wujud, bid'ah aqidah Asy'ariyyah dalam perkara Al-Asma` wash Shifat bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta kesesatan aqidah Khawarij, Mu'tazilah, Jahmiyyah, Syi'ah dan yang lainnya. Sehingga aqidah Ahlus Sunnah dan salafush shalih benar-benar tumbuh subur di negeri Najd. <br />
Dengan itu semua, beliau telah merealisasikan syarat-syarat terwujudnya janji Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi umat ini yang termaktub dalam surat An Nur: 55, sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya. <br />
Memang benar telah tegak sebuah Daulah Islamiyyah yang berasaskan tauhid dan Sunnah, sebagaimana kita saksikan sekarang, yaitu Al-Mamlakah Al- 'Arabiyyatus Su'udiyyah. <br />
Persaksian Ulama-ulama Besar Ahlus Sunnah tentang Daulah Tauhid Ini <br />
1. Persaksian Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullahu: <br />
"Negara Saudi Arabia ini adalah Daulah Islamiyyah, walillahil hamdu. Daulah ini memerintahkan kepada yang ma'ruf serta mencegah dari yang munkar. Daulah ini juga menyeru untuk berhukum kepada syariat (Islam, pent)...." <br />
Beliau berkata pula: "Sesungguhnya permusuhan terhadap daulah ini berarti permusuhan terhadap Al-Haq dan tauhid. Negara manakah yang sekarang menegakkan tauhid (selain daripada Saudi Arabia, pent.)?" <br />
2. Persaksian Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu: <br />
"Negeri ini, sebagaimana yang kalian ketahui, adalah negeri yang berhukum dengan syariat Islam." <br />
3. Persaksian Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu: <br />
"Aku memohon kepada Allah untuk melanggengkan nikmat kepada bumi Al-Jazirah dan seluruh negeri muslimin, dan agar (Allah) menjaga daulah tauhid ini dengan kepemimpinan Khadimul Haramain Al-Malik Fahd, dan semoga Allah memanjangkan umur beliau dalam ketaatan dan perkara yang tepat..." <br />
4. Persaksian Muhadditsul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu: <br />
"Wajib atas setiap pribadi muslim di seluruh negeri Islam untuk bekerja sama dengan pemerintahan (Saudi Arabia, pent) ini, walaupun sekedar sebuah ucapan yang baik. Karena musuh negeri ini sangatlah banyak, dari dalam maupun dari luar... Dan para ulama suu` menjelekkan pemerintahan Saudi ini bahkan mungkin mengkafirkannya... Dan kaum hizbiyyah itu jahat, mereka mempersiapkan diri untuk menyerang negeri ini (Saudi Arabia, pent) kapan saja mereka mampu melakukannya. Maka seharusnya mereka tidak diberi kesempatan sedikitpun dan tidak dibantu dalam kebatilan mereka tersebut." <br />
5. Persaksian Asy-Syaikh Hammad Al-Anshari rahimahullahu: <br />
"Sejak penghujung Daulah 'Abbasiyyah sampai beberapa waktu yang lalu, negara-negara Islam berada di atas aqidah Asy'ariyyah atau Mu'tazilah. Oleh karena itu, kita meyakini bahwa Daulah Saudi Arabia ini telah menyebarkan aqidah salafiyyah, aqidah para salafush shalih, setelah beberapa waktu lamanya sempat terputus dan terjauhkan dari aqidah tersebut kecuali sedikit orang saja." <br />
Dari negeri tauhid dan sunnah ini telah muncul manfaat yang sangat besar bagi umat Islam di seluruh dunia. Hal ini terwujud dalam berbagai bidang, antara lain: <br />
1. Bidang keilmuan <br />
Negeri ini menjadi mercusuar ilmu-ilmu Islam dan aqidah Ahlus Sunnah. Di dalamnya dipenuhi para ulama kibar (besar) dari dalam maupun luar. Sejak masa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu hingga masa kini, terus bermunculan para ulama besar yang membimbing umat di seluruh dunia. Betapa besar kebutuhan umat terhadap ilmu, fatwa dan bimbingan mereka. Buku-buku dan karya ilmiah mereka memenuhi dunia. Dibaca dan disimak oleh kaum muslimin. Tercatat sekian nama besar ulama dunia yang telah belajar dan menimba ilmu dari mereka. <br />
2. Bidang dakwah dan pendidikan <br />
Daulah tauhid ini berupaya dengan sekuat tenaganya untuk menyebarkan aqidah tauhid dan sunnah di seluruh penjuru dunia. Hal itu mereka lakukan dengan: <br />
a. Pengiriman dai-dai ke manca negara. <br />
b. Mendirikan berbagai macam lembaga pendidikan di dalam negeri, yang memberi kesempatan kepada para pelajar dari berbagai negeri untuk menuntut ilmu dengan segala fasilitas dan kemudahan yang disediakan Pemerintah Saudi Arabia, yang mungkin para pelajar tersebut justru tidak pernah mendapatkannya di negeri mereka masing-masing. <br />
c. Memprakarsai pembangunan lembaga pendidikan di berbagai negeri mulai dari tingkat madrasah ibtidaiyyah hingga perguruan tinggi dan pondok- pondok pesantren, baik di benua Afrika, Eropa, maupun Asia. Dana dan fasilitas pun disediakan demi kelancaran pendidikan tersebut. Demikian juga kitab dan buku- buku paket ataupun non paket yang dibagikan secara gratis, di samping adanya beasiswa dan tunjangan lainnya. <br />
d. Pencetakan jutaan eksemplar mushaf Al-Qur`an dengan Rasm 'Utsmani dengan bentuk cetakan yang lux dan dibagikan secara gratis ke seluruh dunia. Dilanjutkan dengan penerjemahan mushaf Al-Qur`an ke dalam berbagai bahasa dunia, dengan jumlah jutaan eksemplar dan dibagikan secara gratis pula. <br />
3. Bidang sosial politik dan keamanan <br />
Dakwah tauhid ini, dengan izin Allah, telah berhasil menyatukan kabilah-kabilah di Najd di atas tauhid dan sunnah. Sehingga mengakhiri berbagai macam permusuhan berkepanjangan yang ada selama ini. Umat pun bersatu dalam satu daulah yang mengibarkan panji-panji tauhid dan sunnah. <br />
Dakwah ini tersebar dan disambut di berbagai negeri, dan menumbuhkan semangat beragama dan berjihad pada umat Islam yang selama ini terkubur dalam kubungan syirik, bid'ah, dan khurafat. Hal ini tentu saja menyulut gelora perlawanan kaum muslimin di berbagai negeri untuk bangkit berjihad melawan para penjajah kafir, baik di Afrika Utara melawan Inggris dan Prancis, di Aljazair dan Libya menghadapi Italia, di India melawan Inggris, termasuk juga di Indonesia dalam menghadapi penjajah kafir Belanda, serta masih banyak lagi yang lainnya3. <br />
Fenomena ini meresahkan para penjajah kafir Eropa yang selama ini menjajah negeri-negeri muslimin disertai upaya pemurtadan umat Islam. Hal ini mendorong negara-negara Eropa untuk menyulut kebencian Daulah Utsmani terhadap dakwah tauhid ini. <br />
Itulah perjalanan dakwah tauhid dengan segala fenomena dan tantangan yang mewarnainya. Semua itu mengandung hikmah yang besar. Di antaranya adalah apa yang Allah sebutkan dalam ayat-Nya: <br />
ألم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُوْلُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِيْنَ <br />
"Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sementara mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka sungguh Allah mengetahui orang- orang yang benar dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 1-3) <br />
Wallahu a'lam. <br />
1 HR. Abu Dawud, no. 4291 ; Abu 'Umar Ad-Dani 1 /45 ; Al-Hakim 4 /522 , dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu Hadits ini dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 599. <br />
2 Asy-Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih menukilkan penshahihan Al-Imam Ahmad dan Al-'Ala`i terhadap hadits ini. <br />
3 Lihat kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, Dr. Muhammad bin Sa'd Asy- Syuwai'ir hal. 63-74 (cet III/1419 H)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-59688892572721023162010-01-03T06:20:00.001+07:002010-01-03T06:20:12.148+07:00Al-Qur`an Obat Segala PenyakitPenulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi <br />
<br/>Al-'Allamah Abdurrahman As-Sa'di rahimahullahu berkata pula dalam menjelaskan ayat ini: <br />
"Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat- ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian. <span class="fullpost"><br />
Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu. <br />
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا <br />
"Dan Kami turunkan dari Al- Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian." (Al-Isra`: 82) <br />
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat <br />
نُنَزِّلُ <br />
"Kami turunkan." Jumhur ahli qiraah membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu 'Amr membacanya dengan tanpa tasydid (نُنْزِلُ). Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa tasydid (يُنْزِلُ). Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs. (Tafsir Al-Qurthubi, 10 /315 dan Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 3 /253) <br />
مِنَ الْقُرْآنِ <br />
"dari Al-Qur`an." Kata min (مِنْ) dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan jenis dan spesifikasi yang dimiliki Al-Qur`an. Kata min di sini tidak bermakna "sebagian", yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Al- Qur`an ada yang tidak termasuk syifa` (penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu. Kata min pada ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya: <br />
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ <br />
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi..." (An-Nur: 55) <br />
Kata min dalam lafadz مِنْكُمْ tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya adalah orang- orang yang beriman dan beramal shalih. (Lihat Tafsir Al- Qurthubi, 10 /316 , Fathul Qadir, 3 /253 , dan At-Thibb An-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138) <br />
شِفَاءٌ <br />
"Penyembuh." Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya. <br />
Penjelasan Tafsir Ayat <br />
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu Al-Qur`an, yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya baik dari sisi depan maupun belakang, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji, bahwa sesungguhnya Al-Qur`an itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Al-Qur`an- lah yang menyembuhkan itu semua. Di samping itu, ia merupakan rahmat yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan dan mendorong untuk melakukannya. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, Al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat. <br />
Adapun orang kafir yang mendzalimi dirinya sendiri, maka tatkala mendengarkan Al-Qur`an tidaklah bertambah baginya melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Dan sebab ini ada pada orang kafir itu, bukan pada Al-Qur`annya. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: <br />
قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيْدٍ <br />
"Katakanlah: 'Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh'." (Fushshilat: 44) <br />
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman: <br />
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيْمَانًا فَأَمَّا الَّذِيْنَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ. وَأَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُوْنَ <br />
"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: 'Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?' Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir." (At-Taubah: 124-125) <br />
Dan masih banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang hal ini." (Tafsir Ibnu Katsir, 3 /60) <br />
Al-'Allamah Abdurrahman As-Sa'di rahimahullahu berkata pula dalam menjelaskan ayat ini: <br />
"Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat- ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian. Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu. <br />
Penyembuhan yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum meliputi penyembuhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Sebab ia (Al-Qur`an) mengandung ilmu yakin, yang dengannya akan musnah setiap syubhat dan kejahilan. Ia merupakan pemberi nasehat serta peringatan, yang dengannya akan musnah setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di samping itu, Al-Qur`an juga menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit. <br />
Adapun rahmat, maka sesungguhnya di dalamnya terkandung sebab-sebab dan sarana untuk meraihnya. Kapan saja seseorang melakukan sebab-sebab itu, maka dia akan menang dengan meraih rahmat dan kebahagiaan yang abadi, serta ganjaran kebaikan, cepat ataupun lambat." (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 465) <br />
Al-Qur`an Menyembuhkan Penyakit Jasmani <br />
Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap muslim bahwa Al-Qur`anul Karim diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia, menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dirahmati-Nya. Namun apakah Al- Qur`an dapat menyembuhkan penyakit jasmani? <br />
Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan penyakit hati; Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber- ta'awudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian pula disebutkan Asy- Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: "Dan tidak ada penghalang untuk membawa ayat ini kepada dua makna tersebut." (Fathul Qadir, 3 /253) <br />
Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya Zadul Ma'ad: <br />
"Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi. Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan) nya." (Zadul Ma'ad, 4 /287) <br />
Berikut ini kami sebutkan beberapa riwayat berkenaan tentang pengobatan dengan Al- Qur`an. <br />
Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya dari hadits 'Aisyah radhiallahu 'anha.Beliau radhiallahu 'anha berkata: "Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terkena sihir1, sehingga beliau menyangka bahwa beliau mendatangi istrinya padahal tidak mendatanginya. <br />
Lalu beliau berkata: 'Wahai 'Aisyah, tahukah kamu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabulkan permohonanku? Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain di sebelah kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: 'Kenapa beliau?' <br />
Dijawab: 'Terkena sihir.' <br />
Yang satu bertanya: 'Siapa yang menyihirnya?' <br />
Dijawab: 'Labid bin Al-A'sham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi, ia seorang munafiq.' <br />
(Yang satu) bertanya: 'Dengan apa?' <br />
Dijawab: 'Dengan sisir, rontokan rambut.' <br />
(Yang satu) bertanya: 'Di mana?' <br />
Dijawab: 'Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur Dzarwan'." <br />
'Aisyah radhiallahu 'anha lalu berkata: "Nabi lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau mengeluarkannya. Beliau lalu berkata: 'Inilah sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala- kepala setan'. Lalu dikeluarkan. Aku bertanya: 'Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari mayang korma jantan tersebut, pen.)?' Beliau menjawab: 'Demi Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia'." <br />
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab At-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr? jilid 10 , no. 5765 , bersama Al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab Al- Adab, bab Innallaha Ya`muru Bil 'Adl, jilid 10 , no. 6063). Juga diriwayatkan oleh Al-Imam Asy- Syafi'i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad Asy- Syafi'i (2 /289 , dari Syifa`ul 'Iy), Al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170 /210 ), dan Al- Lalaka`i dalam Syarah Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah (2 /2272). Namun ada tambahan bahwa 'Aisyah berkata: "Dan turunlah (firman Allah Subhanahu wa Ta'ala): <br />
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ <br />
Hingga selesai bacaan surah tersebut." <br />
Demikian pula yang diriwayatkan Al-Imam Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya, dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu 'anhu, beliau berkata: <br />
"Sekelompok2 shahabat Nabi berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka tempuh. Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka. <br />
Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena sengatan (kalajengking). Penduduk kampung tersebut pun berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikitpun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang berkata: 'Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para shahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.' <br />
Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: "Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun tidak membuahkan hasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu? Sebagian shahabat menjawab: 'Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian namun kalian tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan upah kepada kami.' <br />
Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing3. Maka dia (salah seorang shahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu Alhamdulillahi rabbil 'alamin (Al- Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi. <br />
Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati. Sebagian shahabat berkata: 'Bagilah.' Sedangkan yang meruqyah berkata: 'Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu kita menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.' <br />
Merekapun menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian melaporkan hal tersebut. Maka beliau bersabda: 'Tahu dari mana kalian bahwa itu (Al-Fatihah, pen.) memang ruqyah?' Lalu beliau berkata: 'Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian', sambil beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa." <br />
Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: <br />
خَيْرُ الدَّوَاءِ الْقُرْآنُ <br />
"Sebaik-baik obat adalah Al- Qur`an." <br />
Dan hadits: <br />
الْقُرْآنُ هُوَ الدَّوَاءُ <br />
"Al-Qur`an adalah obat." <br />
Keduanya adalah hadits yang dha'if, telah dilemahkan oleh Al- Allamah Al-Albani rahimahullahu dalam Dha'if Al-Jami' Ash-Shagir, no. 2885 dan 4135. <br />
Membuka Klinik Ruqyah <br />
Di antara penyimpangan terkait dengan ruqyah adalah menjadikannya sebagai profesi, seperti halnya dokter atau bidan yang membuka praktek khusus. Ini merupakan amalan yang menyelisihi metode ruqyah di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh berkata ketika menyebutkan beberapa penyimpangan dalam meruqyah: <br />
"Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia memfokuskan diri secara penuh untuk itu. Memang telah dimaklumi bahwa manusia membutuhkan ruqyah. Namun memfokuskan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk para shahabat di masanya. Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah. Namun bukan demikian petunjuk para shahabat dan tabi'in. <br />
(Menjadikan meruqyah sebagai profesi) baru muncul di masa- masa belakangan. Petunjuk Salaf dan bimbingan As-Sunnah dalam meruqyah adalah seseorang memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya, baik dengan upah ataupun tidak. Namun janganlah dia memfokuskan diri dan menjadikannya sebagai profesi seperti halnya dokter yang mengkhususkan dirinya (pada perkara ini). Ini baru dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidak terdapat (contohnya) pada zaman generasi pertama. <br />
Demikian pula dari sisi lainnya. Apa yang kami saksikan pada orang-orang yang mengkhususkan diri (dalam meruqyah) telah menimbulkan banyak hal terlarang. Siapa yang mengkhususkan dirinya untuk meruqyah, niscaya engkau mendapatinya memiliki sekian penyimpangan. Sebab dia butuh prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dia tunaikan dan yang harus dia tinggalkan. Serta 'menjual' tanpa petunjuk. Barangsiapa meruqyah melalui kaset-kaset, suara-suara, di mana dia membaca di sebuah kamar, sementara speaker berada di kamar yang lain, dan yang semisalnya, merupakan hal yang menyelisihi nash. Ini sepantasnya dicegah untuk menutup pintu (penyimpangan). Sebab sangat mungkin akan menjurus kepada hal-hal tercela dari para peruqyah yang mempopulerkan perkara-perkara yang terlarang atau yang tidak diperkenankan syariat. (Ar-Ruqa Wa Ahkamuha, Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh, hal. 20-21) <br />
1 Sebagian para pengekor hawa nafsu dari kalangan orientalis dan ahli bid'ah mengingkari hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah terkena sihir, dan berusaha menolaknya dengan berbagai alasan batil. Dan telah kami bantah - walhamdulillah- para penolak hadits ini dalam sebuah kitab yang berjudul Membedah Kebohongan Ali Umar Al-Habsyi Ar- Rafidhi, Bantahan ilmiah terhadap kitab: Benarkah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tersihir? Dan kami membahas secara rinci menurut ilmu riwayat maupun dirayah hadits. Silahkan merujuk kepada kitab tersebut. <br />
2 Dalam riwayat lain mereka berjumlah 30 orang. <br />
3 Dalam riwayat lain: 30 ekor kambing, sesuai jumlah mereka.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-32533855642823886972010-01-03T06:04:00.001+07:002010-01-03T06:04:51.523+07:00Bila Akidah dan Tauhid Dianggap Kulit Agama..!Perhatian umat untuk memperbaiki kondisi kaum muslimin yang terbelakang dan senantiasa banyak menelan kekalahan sebenarnya cukup tinggi. Lihatlah, demikian banyak tokoh atau kelompok yang berupaya melakukan perbaikan dengan berbagai cara dan trik. Namun sayang, sampai sekarang kondisi umat masih begini-begini saja, malah terlihat makin terpuruk. Apa penyebabnya? <br />
Tahukah anda apa yang dimaksud dengan kata-kata kulit? Dan siapakah yang memunculkan statemen ini? <br />
Kulit dalam pandangan mereka adalah sesuatu yang enteng, remeh, kecil tidak berguna, dan akan dibuang. Padahal secara rasio, kulit itu sangat menentukan isi dan bila kulit itu rusak maka isinya pun akan ikut rusak. Bahkan terkadang kulit lebih besar manfaatnya dari isinya. <span class="fullpost"><br />
<br />
Anda bisa membayangkan bila aqidah dan tauhid sebagai sesuatu yang prinsipil di dalam agama hanya dianggap sebagai kulit oleh mereka. Yang memunculkan statemen ini adalah ahli bid'ah dari kalangan hizbiyyun. <br />
Ketahuilah bahwa kerusakan moral di dalam beragama sesungguhnya merupakan imbas kerusakan aqidah dan tauhid. Kerusakan peribadahan setiap orang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan akibat dari kerusakan aqidah dan tauhid. Kerusakan bermuamalah dengan sesama merupakan percikan dari kerusakan aqidah dan tauhid. Kerusakan dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan implementasi dari kerusakan aqidah dan tauhid. Kerusakan aqidah dan tauhid merupakan muara dan poros dari segala kerusakan di muka bumi ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan di dalam firman-Nya: <br />
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ <br />
"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan-tangan manusia, dan Allah akan merasakan kepada mereka akibat perbuatan mereka agar mereka mau kembali." (Ar- Rum: 41) <br />
Di dalam banyak ayat, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menvonis suatu kaum atau individu sebagai orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi dan menjelaskan bentuk-bentuk kerusakan mereka. <br />
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menvonis orang-orang munafik dengan kekufurannya sebagai perusak di muka bumi, setelah mereka mencoba cuci tangan dari berbuat kerusakan. <br />
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ. أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلَكِنْ لاَ يَشْعُرُوْنَ <br />
"Dan bila dikatakan kepada mereka janganlah kalian melakukan kerusakan di muka bumi! Mereka menjawab: "Bahkan sesungguhnya kamilah yang melakukan perbaikan. (Allah mengatakan) ketahuilah sesungguhnya merekalah yang melakukan kerusakan namun mereka tidak merasa." (Al- Baqarah: 11-12) <br />
2. Allah telah menvonis orang- orang yang ingkar kepada Allah dan kepada para rasul sebagai perusak di muka bumi. <br />
وَالَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِ مِيْثَاقِهِ وَيَقْطَعُوْنَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِي اْلأَرْضِ أُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوْءُ الدَّارِ <br />
"Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa- apa yang Allah telah perintahkan untuk dihubungkan dan mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang telah memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)." (Ar- Ra'du: 25) <br />
3. Allah Subhanahu wa Ta'ala menvonis kaum Nabi Shalih yang menentang seruannya sebagai perusak di muka bumi. <br />
الَّذِيْنَ يُفْسِدُوْنَ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ يُصْلِحُوْنَ <br />
"Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan." (Asy- Syu'ara`: 152) <br />
وَكَانَ فِي الْمَدِيْنَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ يُفْسِدُوْنَ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ يُصْلِحُوْنَ <br />
"Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi dan mereka tidak berbuat kebaikan." (An-Naml: 48) <br />
4. Allah Subhanahu wa Ta'ala menvonis Fir'aun dengan segala tindak tanduknya sebagai perusak. <br />
آْلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ <br />
"Apakah sekarang (baru kamu mau percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (Yunus: 91) <br />
5 . Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam banyak ayat telah memerintahkan kepada setiap hamba-hamba-Nya agar melihat apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perbuat terhadap kaum yang melakukan kerusakan, seperti di dalam Surat Al-'Araf ayat 86 dan 103 dan Surat An- Naml ayat 14. <br />
وَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ <br />
"Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang melakukan kerusakan." (Al-A'raf: 86) <br />
Dari gambaran ayat di atas, betapa jelasnya makna perbuatan merusak di muka bumi. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala pun mengutus seluruh rasul untuk melakukan perombakan dan perbaikan atas segala bentuk kerusakan tersebut. Perlu diingat bahwa para nabi tidak membuat rancangan sendiri dalam melakukan perbaikan situasi dan kondisi. Namun mereka menunggu wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tugas yang pertama kali mereka emban adalah pembaharuan landasan dan prinsip hidup, itulah aqidah dan tauhid. Alangkah naifnya jika anda mengatakan prinsip dan landasan itu sebagai kulit. <br />
Angan-angan yang Salah <br />
Banyak orang berangan-angan untuk bisa mengubah sebuah situasi yang buruk untuk kemudian menjadi baik, yang terbelakang dan mundur untuk menjadi maju dan berkembang. Sehingga bermunculan ide-ide dari berbagai lapisan, diiringi perdebatan sengit untuk memunculkan ide tersebut. Mulai dari yang paham agama sampai orang yang tidak mengerti agama, ikut mengambil bagian dalam membicarakan perbaikan moral dan kerusakan umat. Tentunya dengan berbagai macam jenis manusia itu akan melahirkan ide yang beraneka ragam. <br />
Yang mengerti sedikit ilmu agama, akan melakukan tinjauan dengan keterbatasan ilmu agama yang ada pada dirinya. Dan yang hanya mengerti tentang ilmu dunia akan menjawabnya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ada juga poros ketiga yang berusaha mempertemukan semua ide tersebut sehingga bisa seiring dan sejalan serta tidak bertentangan, sekalipun alat timbangnya bukan agama. <br />
Sungguh, jika mereka membuka kembali lembaran-lembaran Al- Qur`an dan As-Sunnah yang menceritakan seruan pembaharuan yang dilakukan oleh para rasul, niscaya mereka akan menemukan jawabannya. <br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: <br />
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيْرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ <br />
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah thagut itu. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (An- Nahl: 36) <br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: <br />
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ <br />
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: 'Tidak ada sesembahan yang benar melainkan Aku maka sembahlah Aku oleh kalian'." (Al-Anbiya`: 25) <br />
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيْرٌ مُبِيْنٌ. أَنْ لاَ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ أَلِيمٍ <br />
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan mengatakan): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata kepada kalian yaitu agar kalian tidak menyembah kecuali kepada Allah dan aku khawatir menimpa kalian pada suatu hari adzab yang pedih." (Hud: 25-26) <br />
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُوْدًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ <br />
"Dan kepada kaum 'Ad kami mengutus kepada mereka saudara mereka Hud dan (dia) berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, kalian tidak memiliki sesembahan selain Dia, maka tidakkah kalian takut?" (Al-A'raf: 65) <br />
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. إِذْ قَالَ لأَبِيْهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لاَ يَسْمَعُ وَلاَ يُبْصِرُ وَلاَ يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا. يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا. يَا أَبَتِ لاَ تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا. يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُوْنَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا <br />
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur`an) ini, sesungguhnya dia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar, tidak melihat dan tidak bisa menolongmu sedikitpun. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Rabb yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Rabb Yang Maha Pemurah maka kamu menjadi kawan bagi setan." (Maryam: 41-45) <br />
Wahai para da'i kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, apa yang engkau ambil manfaat dari kisah pembaharuan para nabi dan rasul tersebut? <br />
Inilah Nabi Musa yang berada di bawah kekuasaan pemerintah yang sangat kufur, bahkan menobatkan dirinya sebagai Rabb semesta alam, berundang- undang dengan undang-undang iblis, membunuh anak-anak laki dan membiarkan hidup anak- anak perempuan. <br />
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلاَ فِي اْلأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ <br />
"Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat semena-mena di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang- orang yang berbuat kerusakan." (Al-Qashash: 4) <br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata kepada Nabi Musa: <br />
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوْحَى. إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي. إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيْهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى <br />
"Dan Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah kepada apa yang kamu diwahyukan: Sesungguhnya Aku adalah Allah dan tidak ada sesembahan yang benar melainkan Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Sesungguhnya hari kiamat pasti datang dan Aku menyembunyikannya agar setiap orang dibalas apa yang telah diperbuat." (Thaha: 15) <br />
Inilah Nabi Yusuf 'alaihissalam yang dihinakan di dalam penjara dan disejajarkan dengan para pelaku maksiat. Beliau tidak mengajak para penghuni penjara mencaci maki penguasa dan membakar semangat mereka untuk menentang pemerintah yang diktator dan mempersiapkan kekuatan untuk melakukan perombakan hukum dan segala tatanan hidup kenegaraan yang kafir. Namun yang beliau serukan di dalam penjara adalah: <br />
يَاصَاحِبَيِ السِّجْنِ أأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُوْنَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ. مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ إِلاَّ أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوْهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ <br />
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama dan nenek moyangmu membuatnya, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama- nama itu. Keputusan itu hanyalah keputusan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (Yusuf: 39-40) <br />
Dan inilah rasul terakhir dan penutup semua rasul, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau diutus kepada kaum yang rusak segala-galanya, bahkan mereka bagaikan binatang yang berwujud manusia. Tidak ada halal dan haram, tidak ada aturan yang mengikat perbuatan mereka. Kerusakan hidup tingkat tertinggi dan segala bentuk kejahatan terkumpul di saat itu. Apakah yang beliau perbuat untuk melakukan perombakan tatanan kehidupan jahiliyah lagi hewani tersebut dan apa tugas yang diemban dari Allah Subhanahu wa Ta'ala? Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan di dalam firman-firman-Nya: <br />
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ. وَأُمِرْتُ لأَنْ أَكُوْنَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِيْنَ. قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ. قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِيْنِي <br />
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada- Nya dalam menjalankan agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama berserah diri. Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Rabbku. Katakan, hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama." (Az-Zumar: 11-14) <br />
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ <br />
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu kitab (Al- Qur`an) dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." (Az-Zumar: 2 ) [Lihat secara ringkas kitab Manhajul Anbiya` Fii Ad-Da'wati Ilallah Fiihi Al-Hikmatu Wal 'Aql karya Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, hal. 41-77] <br />
Langkah yang Benar <br />
Kini tahukah anda, bahwa angan-angan manusia untuk memperbaiki situasi dan kondisi yang telah rusak dengan cara seperti itu, ternyata keliru dan jauh dari syariat? Sehingga setelah itu anda mengetahui bahwa jalan yang benar untuk memperbaiki situasi dan kondisi yang telah rusak adalah dengan menempuh jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah ditapaki oleh para rasul. Kembali kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala artinya kembali kepada agama- Nya. Berikut petikan indah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabda beliau: <br />
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِيْنِكُمْ <br />
"Bila kalian telah mempraktekkan jual beli dengan 'inah (salah satu bentuk jual beli riba), kalian melakukan kedzaliman, cinta kepada cocok tanam dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan dan tidak akan tercabut kehinaan tersebut sehingga kalian kembali kepada agama kalian."1 <br />
Agama mana yang dimaksud sehingga bisa mengembalikan kejayaan dan kemuliaan kaum muslimin? Apakah agama yang dipahami dengan akal? Ataukah agama yang dipahami oleh kelompok dan golongan tertentu? Ataukah yang dipahami oleh nenek-nenek moyang? Ataukah yang dipahami oleh guru-guru besar? Atau bagaimana? <br />
Tentu hal ini telah ada jawabannya: <br />
Pertama, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan di dalam Al-Qur`an: <br />
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا <br />
"Sungguh telah ada pada diri rasul kalian suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan berjumpa dengan Allah dan hari kiamat dan banyak mengingat Allah." (Al-Ahzab: 21) <br />
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا <br />
"Barangsiapa yang menentang Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan kaum mukminin maka Kami akan memalingkannya kemana dia berpaling dan Kami akan nyalakan baginya neraka Jahannam dan Neraka Jahannam adalah sejelek-jelek tempat kembali." (An-Nisa`: 115) <br />
Kedua, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan di dalam sabda- sabda beliau: <br />
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ <br />
"Hendaklah kalian menempuh sunnahku dan sunnah Al- Khulafa`ur Rasyidin setelahku, gigitlah dia dengan gigi geraham dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru (di dalam agama) karena perkara-perkara baru di dalam agama adalah bid'ah dan setiap kebid'ahan itu adalah sesat."2 <br />
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ <br />
"Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka."3 <br />
Ketiga, beberapa ucapan ulama Salaf: <br />
Abdullah ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu berkata: "Ikutilah oleh kalian dan jangan kalian mengada-ada sungguh (Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) telah cukup buat kalian."4 <br />
'Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullahu mengatakan: "Berhentilah kamu di mana kaum itu (para shahabat) berhenti. Sesungguhnya mereka berhenti di atas ilmu, dan di atas ilmu pula mereka menahan diri, dan mereka lebih sanggup untuk membuka (perbendaharaan ilmu) dan jika memiliki keutamaan merekalah yang lebih dahulu. Jika kalian mengatakan: 'Telah muncul perkara baru setelah mereka (shahabat).' Maka tidak ada yang mengadakannya kecuali orang yang menyelisihi dan benci mengikuti jalan mereka. Mereka telah mensifati segala apa yang menyembuhkan dan berbicara yang mencukupkan. Melebihi mereka adalah melampaui batas dan menguranginya adalah meremehkan. Maka tatkala suatu kaum meremehkan mereka, mereka menjadi kaku. Dan ketika kaum itu melampau batas, mereka menjadi berlebihan. Dan sesungguhnya jika mereka berada di tengah- tengah, sungguh mereka berada di atas jalan yang lurus."5 <br />
Al-Imam Malik rahimahullahu berkata: "Tidak ada yang akan memperbaiki situasi dan kondisi umat sekarang ini melainkan harus kembali kepada apa yang telah memperbaiki umat terdahulu."6 <br />
Abu 'Amr Al-Auza'I rahimahullahu berkata: "Sabarkan dirimu di atas As- Sunnah! Berhentilah di mana kaum (Salafus Shalih) berhenti dan katakan (semisal) apa yang mereka telah katakan, dan tahan dirimu pada hal-hal yang mereka menahan diri. Tempuhlah jalan Salafmu yang shalih, niscaya kamu akan mendapatkan apa yang mereka telah dapatkan."7 <br />
Dalam kesempatan yang lain berkata: "Hendaklah kamu menempuh jalan Salaf meskipun orang- orang menolakmu. Dan berhati-hatilah dari pendapat banyak orang sekalipun mereka hiasi dengan ucapan- ucapan."8 <br />
Dari dalil-dalil di atas kita mengetahui Islam yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Islam yang akan mengembalikan kejayaan, kemuliaan, dan keemasan Islam serta kaum muslimin. Itulah agama yang difahami, diamalkan dan didakwahkan oleh salaf umat ini yang shalih. Mereka adalah para shahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in. <br />
Berarti jalan yang sesuai dengan syariat dalam menjawab problematika umat sekarang ini adalah: <br />
Pertama: Menyebarkan aqidah yang benar di tengah kaum muslimin. <br />
Kedua: Kembali ke jalan Salafush Shalih dalam memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan Islam. <br />
Ketiga: Menyebarkan ilmu yang benar yaitu ilmu yang berlandaskan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman Salaf umat ini. <br />
Keempat: Mentarbiyah (mendidik) generasi Islam di atas agama yang mushaffa (bersih). <br />
Kelima: Menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar <br />
Keenam: Mendirikan shalat <br />
Ketujuh: Menunaikan zakat <br />
(diambil dari kaset Keindahan Islam, Asy-Syaikh Musa Alu Nashr) <br />
Aqidah yang Benar <br />
Munculnya berbagai keyakinan di tengah kaum muslimin memiliki dampak demikian besar dalam beragama. Bagaimana tidak, banyak dari kaum muslimin menganggap sesuatu yang menurut agama merupakan kesyirikan, sebagai tauhid yang harus diyakini dan dipegang seumur hidup. Dan begitu sebaliknya, ketauhidan dianggap sebagai ajaran baru dan menyesatkan yang harus dimusuhi dan diperangi. Sunnah menjadi bid'ah dan bid'ah menjadi sunnah, kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran menjadi sesuatu yang samar. Dengan fenomena yang menyedihkan ini kita dituntut untuk belajar guna mengetahui aqidah yang benar untuk kemudian bisa memilahnya dari aqidah yang jelek. Aqidah yang benar adalah aqidah yang bersumber dari Al- Qur`an dan hadits-hadits yang shahih (benar datangnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang dipahami dengan pemahaman Salafush Shalih umat ini. ('Aqidatu Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan hal. 11) <br />
Meremehkan Aqidah dan Tauhid <br />
Aqidah dan tauhid memiliki kedudukan tinggi dan sangat besar di dalam agama. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya meletakkan keduanya dalam prinsip yang pertama dan utama di dalam agama. <br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: <br />
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ <br />
"Berilmulah kamu tentang Laa Ilaha Illallah." (Muhammad: 19) <br />
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: <br />
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ <br />
"Islam dibangun di atas lima dasar: Mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah..."9 <br />
فَلْيَكُمْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ <br />
"Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah mempersaksikan kalimat La Ilaha illallah."10 <br />
Dengan sebab itulah para nabi dan rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, adanya perintah amar ma'ruf nahi munkar, ditegakkannya jihad, ada hari pembalasan, ada hari hisab (perhitungan), adanya timbangan dan adanya surga dan neraka. Bila engkau meremehkan masalah aqidah dan tauhid dengan menyebutnya sebagai kulit agama atau ucapan lain yang semakna, berarti engkau telah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan melakukan dosa besar. Engkau berada dalam ambang marabahaya yang dahsyat dan di tepi jurang kehinaan serta kehancuran. Dikhawatirkan engkau keluar dari Islam. Engkau wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari perbuatanmu, yaitu meremehkan sesuatu yang karenanya diutus para nabi dan rasul serta diturunkannya kitab-kitab oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. <br />
Wallahu a'lam. <br />
1 HR. Al-Imam Abu Dawud no. 3003 , dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash- Shahihah jilid 1 hadits no. 11. <br />
2 HR. Al-Imam Abu Dawud no. 3991 , Ibnu Majah no. 42 , Ahmad no. 165 dan Ad-Darimi no. 95 dari shahabat 'Irbadh bin Sariyah. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash- Shahihah no. 2735. <br />
3 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 2457 , 2458 dan Al-Imam Muslim no. 4600 , 4601 , 4602 dari shahabat Abdullah bin Mas'ud dan Abdullah bin 'Amr bin 'Ash. <br />
4 Atsar Ibnu Mas'ud adalah shahih diriwayatkan oleh beberapa tabi'in. Di antaranya Abu Abdurrahman As-Sulami diriwayatkan oleh Al-Imam Ath- Thabrani di dalam Al-Kabir (8870 ), Ad- Darimi (211 ), Al-Baihaqi di dalam Al-Madkhal (204 ) dan Ibnu Wadhdhah di dalam Al-Bida' wan Nahyu 'Anha hal. 10 . Juga dari Ibrahim An-Nakha'i diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah di dalam kitab Al-'Ilmu, serta dari Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah (hal. 11) <br />
5 Lihat Lum'atul I'tiqad karya Ibnu Qudamah dan beliau sebutkan pula di dalam kitab beliau Al- Burhan Fi Bayanil Qur`an hal. 88 dan 89 <br />
6 Lihat Kitab 'Ilmu Ushulil Bida' karya Asy-Syaikh Ali Hasan Ali bin Abdul Hamid <br />
7 Lihat Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah 1 /174 <br />
8 Lihat Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah 1 /159 dan Lum'atul I'tiqad masalah 9. <br />
9 HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu 'Umar <br />
10 HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu 'Abbas<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-17789521565032915262010-01-03T05:55:00.001+07:002010-01-03T05:55:22.078+07:00'Ilmu Agama Allah Selamanya Akan Tetap Tinggi ( Bagian Kedua )Sesungguhnya orang-orang yang shiddiq (benar) dalam niatnya, ikhlash dalam ilmunya, memelihara amalannya, mereka akan selalu terbimbing untuk menjalankan kebenaran dan dijauhkan dari seluruh kejelekan dan kejahatan dalam beramal. <br />
. Adapun orang-orang yang dihiasi dengan pakaian yang berlawanan dengan keadaan tersebut, maka akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya. <br />
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya pembicaraan tentang ilmu agama Allah 'Azza wa Jalla adalah pembahasan yang sangat besar dan luas. <span class="fullpost"><br />
Tetapi, wajib bagi kita memperhatikan perkara amal setelah kita berilmu. Sebagaimana diriwayatkan dari para salafuna sholih radliyallaahu'anhum. "Ilmu adalah pohon, buahnya adalah amal". Pohon tanpa buah apakah berfaedah dan memberikan kebaikan ?! ataukah hanya berfungsi sebagai hiasan saja. Luarnya menampakkan keindahan dan rahmat, akan tetapi batinnya berada dalam ancaman adzab Allah 'Azza wa Jalla. <br />
Demikianlah wahai kaum muslimin.., Kita melihat mereka yang menyelisihi jalan yang ditempuh para 'ulama. Jauh dari bimbingan kitabnya Dzat yang di atas samaa' (langit). Jauh dari sunnahnya pemimpin Al Anbiya' (yaitu Rasulullah'alaihishalaatu wasallam). <br />
Mereka dalam keadaan tidak bertambah sedikitpun ilmunya, amalnya, ketaatannya, iltizamnya (berpegang teguh kepada ilmu agama), demikian juga dakwahnya. Pada akhirnya kebenaran tenggelam akibat penyimpangan yang mereka lakukan. Tetapi, ilmu agama Allah 'Azza wa Jalla senantiasa berkibar benderanya, tinggi kedudukannya, dan tegar bangunannya yang selalu dibawa para ahlul haq ('ulama yang berpegang teguh di atas kebenaran Al Quran dan As- Sunnah). <br />
Tidak menutup kemungkinan bahwa kebenaran pada saat ini didasari pada banyaknya pengikut !!! Atau dengan banyaknya pengikut itu menunjukkan bahwa mereka di atas kebenaran ! Padahal sesungguhnya dalil seseorang berada di atas al haq adalah hujjahnya. <br />
Keterangan seseorang di atas al haq adalah dalil-dalilnya. Cahaya seseorang di atas al haq adalah kejelasannya. <br />
Dari sinilah, meskipun jumlah ahlul haq sedikit, tetapi mereka adalah golongan yang paling kuat hubungannya dengan Allah 'Azza wa Jalla. Karena mereka senantiasa mencari dan meminta pertolongan kepada Allah 'Azza wa Jalla ! Menyerahkan seluruh perbuatannya hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla. Ilmu, amal, ucapan, dan keyakinan mereka sandarkan hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla. <br />
Adapun selain ahlul haq, sedikitpun mereka tidak bersandar di atas hukum Al- kitab dan As- sunnah. Tetapi bersandar pada hawa nafsu, perasaan, semangat tinggi individualisme, pemikiran guru/ ustadz/syaikhnya. Apabila telah datang bimbingan dari para 'ulama ahlussunnah, sedikitpun mereka tidak menoleh dan tidak pula mengangkat kepalanya untuk menjalankannya. <br />
Ilmu robbani adalah ilmu yang menghantarkan seorang hamba kepada robbnya. Ilmu robbani adalah ilmu yang hanya bertujuan meraih keridhoan Allah Tabaroka wa Ta'aala. Dengan demikian, jadikanlah keridhoan, amalan, dan perbuatanmu hanya untuk mencari keridhoan Allah karena sesungguhnya keridhoan manusia tidak kekal selamanya dan akan berubah, sedang ridho Alloh akan kekal selamanya. <br />
Apabila dikatakan oleh seseorang, "Ini adalah perkara yang baik !" Ada orang lain yang berkata, "Ini perkara baik dipandang dari segi demikian." Berkata orang ketiga, "Ini adalah perkara yang jelek." Berkata orang keempat, "Ini adalah demikian dan demikian." Setiap orang akan berkata dan berkomentar dengan akalnya !!! Setiap orang akan berkata dan berkomentar dengan hawa nafsunya !!! Apabila kita berselisih dalam suatu perkara ! Kemana akan kita kembalikan ?! Apakah kita kembalikan kepada dasar pemikiran dan akal ?! Tidak demi Allah !!! Kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: <br />
"Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya (Al-Quran dan As- sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya (balasannya)". (Q.S. An Nisaa' : 59) <br />
Mustahil kita bisa mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu'alaihi wasallam, apabila kita berselisih padahal kita sebagai orang-orang yang mubtadiin (baru belajar agama) ! Dengan kuatnya kita berpegang teguh dan mengembalikan kepada dasar pemikiran akal- akal kita ! Dengan kuatnya kita ta'ashub (fanatik tanpa dalil) kepada ucapan-ucapan kita dalam keadaan kita tidak tahu hukumnya secara syar'i ! Dalam keadaan kita tidak bisa memahami suatu hukum syar'i yang disebabkan cekak dan dangkalnya akal kita. <br />
Maka, bimbingan para 'ulama adalah sebagai perkara asas di dalam kita mengembalikan perselisihan di atas kebenaran Al-Quran dan As-Sunnah karena 'ulama ahlussunnah adalah golongan yang paling 'alim dengan sunnah Rasulullah 'alaihisshalaatu wasallam. Para imam ahlul haq adalah golongan yang paling 'alim dengan al haq. Ini bukan perkara dusta dan dakwaan belaka, tetapi merekalah orang-orang yang telah dipersaksikan keadilan, ilmu, kesabaran, keistiqomahan dakwah, dan iltizamnya kepada ilmu agama Allah dengan rentang waktu yang sangat panjang. Mereka adalah para da'i kebenaran. <br />
Apabila kita memperhatikan, pada saat ini, orang-orang yang demikian jumlahnya sangat sedikit. Ketika nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda : <br />
عليكم بالجماعة <br />
"Tetaplah kalian di atas Al Jama'ah". <br />
Maka berkata Abdulllah bin Mas'ud radliyallahu'anhu : "Al Jama'ah adalah seseorang yang berada di atas kebenaran meskipun sendirian." <br />
Seseorang yang berada di atas al haq (sebagai pengikut rasul dan para shohabatnya), maka dia itu adalah Al Jama'ah, meskipun ia sendiri. <br />
Maka, janganlah kalian terkecoh dengan ketenaran nama-nama !!!!! Gemerlapnya harta dunia ! Jadilah kalian orang-orang yang selalu dihiasi dan berdiri di atas ilmu, berdakwah kepada dan dengannya. Dan itu semua harus di atas dasar ikhlash dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. <br />
Apabila telah jelas atas kita, wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, seluruh asas dan kaidah tersebut di atas, maka kita pasti mengetahui hakikat ilmu agama Allah dan hakikat 'ulama. Demikian juga kita pasti mengetahui orang-orang yang menyelisihi ilmu agama Allah dan para 'ulama. <br />
Dengan ilmu agama Allah kita akan mengetahui bisikan syaithon yang selalu menjerumuskan kepada jalan kesesatan. Dengan ilmu agama Allah kita akan menjadi orang- orang yang siap membunuh syubhat dan syahwat. Akan tetapi, apabila tidak jelas asas dan kaidah tersebut atau kita menjadi golongan yang buta dan tuli, maka kita akan menjadi orang-orang yang sesat, merugi dan celaka ! <br />
Wajib bagi kita untuk selalu berdo'a kepada Allah 'Azza wa Jalla agar senantiasa istiqomah di atas al haq. Dan ini yang diajarkan oleh Rasulullah 'alaihisshalaatu wasallam. Beliau adalah seorang rasul. Beliau meminta dan berdo'a kepada Allah agar senantiasa berada di atas jalan yang lurus ! Beliau adalah sebagai qudwah hasanah yang sempurna ! <br />
Maka seyogyanya bagi kita lebih muhasabah diri dalam mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. <br />
Jangan sekali-kali kita menyimpang dari contoh yang telah beliau shallallahu'alaihi wasallam ajarkan disebabkan oleh perasaan, semangat tinggi individualisme, syubhat, dan syahwat. Wajib bagi kita bersungguh-sungguh dengan sekuat kemampuan untuk mengembalikan seluruh amalan di atas dasar ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah Nabi shallallahu'alaihi wasallam). <br />
Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla yang artinya : <br />
"Dan orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik,". (Q.S. Al 'Ankabut : 69) <br />
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam: <br />
المجاهد من جاهد هواه في ذات الله <br />
"Seorang mujahid adalah mereka yang berjihad untuk memerangi hawa nafsunya <br />
dalam rangka menuju Dzat-nya Allah". <br />
(Tamat) <br />
(HR. Ahmad juz IV/102 , Abu Dawuud juz V/5-6 no. hadits 4597 , Ad Daarimi juz II/314 , dan yang lainnya dengan lafadz yang berbeda. Hadits shohih lihat mauqif juz I/49 oleh Syaikh Ibrohim ArRuhaily). <br />
(Diterjemahkan dari Kaset Dakwah Syaikh 'Ali bin Hasan bin 'Ali bin 'Abdil Hamid Oleh Al Ustadz Abu'Isa Nur Wahid)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-48947223482683601712010-01-03T05:50:00.001+07:002010-01-03T05:50:17.070+07:00'Ilmu Agama ALLAH Selamanya Akan Tetap Tinggi ( Bagian Pertama )Jalan menuju ilmu di dunia adalah alqur'an dan assunnah. Jalan akhir dari ilmu di akhirat adalah surga Allah tabaraka wa ta'ala. Oleh sebab itulah Nabi Muhammad 'alaihishalaatu wasallam mendo'akan Ibnu abbas radliyallahu'anhu, dengan sabdanya: <br />
اللهم فقهه فى الد ين و علمه التأويل. <br />
"Ya Allah berilah kefaqihan kepadanya dan berilah kealiman dalam ta'wil (tafsir alquran)" <br />
(HR. Bukhari dan Muslim : 2477, dengan lafadz yang berbeda). <br />
Doa Nabi 'alaihisshalaatu wasallam di atas mengandung perkara yang pokok, yaitu seseorang yang berjalan di atas ilmu agama Allah akan mendapatkan kebahagian dan keselamatan di dunia dan akhirat. <span class="fullpost"><br />
Nabi 'alaihisshalaatu wasallam tidak mendoakannya dengan: "Ya Allah masukkan dia ke dalam surga" atau "Ya Allah selamatkan dia dari neraka". Tapi Nabi 'alaihisshalaatu wasallam mendoakannya agar berjalan di jalan yang mengantarkannya pada martabat yang tinggi di dunia dan akhir kebahagiaan di akhirat. <br />
Demikianlah martabat ilmu agama Allah wahai saudara-saudaraku kaum muslimin. Ilmu agama Allah adalah jalan menuju tuma'ninah (ketenangan) di dunia. Ilmu agama Allah adalah jalan akhir menuju kebahagian di hari kiamat. <br />
Maka wajib bagi seorang mukmin mengambilnya untuk mendapatkan keyakinan yang hakiki, menghilangkan keraguan dan kerancuan syubhat, menafikan kesesatan dan seluruh perbuatan yang menyimpang dari alqur'an dan assunnah. Dengan ilmu tersebut, seorang mukmin akan tetap istiqomah dalam hidupnya, dan mendapatkan ilmu yang rosikh (murni) dalam memahami alqur'an dan assunnah karena menjalankan/mengamalkannya dengan haq sesuai dengan kehendak-Nya. Allah 'azza wa jalla berfirman yang artinya : <br />
"Hendaklah kalian menjadi orang- orang robbani, karena kalian selalu mengajarkan alkitab dan kalian tetap mempelajarinya". (QS. Ali Imron: 79). <br />
Arrobaniyyun adalah orang- orang yang berdiri di atas ilmu agama Allah 'azzawa jalla, mempelajari, dan mengajarkan kepada yang lainnya dengan dirosah (pengajaran) yang haq yang <br />
bersumber dari alqur'an dan sunnah Rasul-Nya 'alaihishalaatu wasallam. <br />
Arrobbaniyyun adalah orang- orang yang menyandarkan keadilan, amanah, agama, ketakwaan, dan ketaatannya kepada Robbul 'alamin jalla fi 'ula. Sebagaimana keadaan orang- orang yang menyelisihi, melampaui batas, dan jauh dari bimbingan agama Allah yang menyandarkan dirinya kepada syaithon la'natullah 'alaih. Seperti perkataan: 'fulan seperti syaithon! 'Fulan memiliki pemikiran seperti syaithon!' <br />
Cukup bagi seorang mukmin yang berdiri di atas ilmu agama Allah menyandarkan dirinya kepada Robbul 'alamin sebagai 'abdan robbaniyya (hamba Robb sekalian alam). <br />
"Hendaklah kalian menjadi orang- orang robbani, karena kalian selalu mengajarkan alkitab dan kalian tetap mempelajarinya". (QS. Ali Imron: 79). <br />
Demikian juga robbaniyyun adalah orang-orang yang memberikan tarbiyah kepada manusia di atas kebenaran alquran dan assunnah. <br />
Ini adalah nash alquran, wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, yang menerangkan kepada kita tentang kewajiban mengamalkan ilmu agama Allah, memberikan tarbiyah dengannya, dan seluruh perkara yang berkaitan dengan kehambaan manusia kepada Robbnya. <br />
Apabila kalian memperhatikan, melihat, dan memikirkan seluruh sifat tersebut (dalam ayat Allah) maka hanya terdapat pada mereka yang mendakwahkan ilmu agama Allah 'azza wa jalla. Ciri pertama dan yang paling pokok yang ada pada arrobbaniyyun adalah keikhlasan mereka dalam berdakwah kepada alqur'an dan sunnah. Mereka tidak mempunyai niat untuk membela pemikiran dan pendapat siapapun kecuali dengan perintah Allah dan Rasul- Nya shallallahu'alaihi wasallam dalam menerangkan ilmu agama Allah. <br />
Mereka tidak menyeru kecuali kepada alquran dan assunnah. Mereka telah memahami alquran dan assunnah dengan pemahaman yang shahih, shorih (jelas), dan fasih. Sehingga tidak ada pada mereka seluruh bentuk keraguan, syubhat, hawa nafsu, dan pemikiran yang disandarkan pada akal. Pemahaman tersebut mereka ambil dari generasi yang masyhur dengan keadilannya, yaitu generasi salafusholeh (sahabat, tabi'in, dan atb'ut tabi'in radiyallahu'anhum ajma'in). Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Bacalah alqur'an, yang dengan itu hati-hati kalian akan bersatu/berkasih sayang. Apabila kalian berselisih, maka kembalilah kepadanya." (HR. Muslim No. 2667). <br />
Bagaimana menuju jalan yang selamat dari seluruh perselisihan dan kejelekan tersebut ?! Yang pertama, kembali kepada Allah 'azza wa jalla. Yaitu dengan mengikhlaskan diri dalam ibadah dan dakwah. Kedua, memurnikan keterikatan dalam kesiapan untuk kembali pada ilmu yang bersumber pada alquran dan assunnah. Ketiga, membebaskan jiwa dari keterikatan/perbudakan syahwat dan hawa nafsu serta syubhat pemikiran yang bersumber dari akal. Keempat, memurnikan kesiapan untuk kembali pada bimbingan para ulama dan rukun-rukun agama yang akan menolak/membuang seluruh bentuk kesesatan, problem, dan pemikiran- pemikiran rusak yang menyimpang dari alquran dan assunnah. <br />
Apabila seorang muslim telah menjalankan keempat perkara asas tersebut, maka dia telah menempatkan dirinya di atas kebenaran! Ini adalah awal menuju keselamatan. Berilah kabar gembira kepada mereka yang telah menempuh jalan tersebut! Karena akhir dari yang akan mereka dapatkan adalah rahmat dari Allah Al'aliyyul Jalil. <br />
Apa yang engkau harapkan wahai saudara-saudaraku kaum muslimin ?! apakah engkau menginginkan kemewahan dunia dalam beramal, kedudukan dan kehormatan, pengikut yang banyak ?! Apabila demikian tujuannya, maka engkau di atas jalan kebinasaan. Maka jadilah arrobbaniyyun <br />
dalam ilmu, amal dan jalan dalam menempuh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Apabila engkau telah menjadi orang yang robbani, maka puji dan bersyukurlah kepada Allah 'azza wa jalla. Berdo'alah kepada Allah agar Dia senantiasa memberikan keistiqomahan dan husnul khotimah. Karena hati manusia, wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, berada diantara jari jemari Allah. Allah akan membalikkan sesuai dengan kehendak-Nya. <br />
Janganlah kalian terpengaruh dan memalingkan niat kepada selain Allah dari ilmu yang telah kalian pelajari, jumlah pengikut yang telah kalian dapatkan, dan kefasihan (kepandaian) berbicara untuk meraih massa. Berikanlah seluruh amalan yang kalian jalankan hanya untuk Allah tabaroka wa ta'ala. Karena Allah akan memberikan kebaikan selama kita berprasangka baik kepada-Nya. Rasulullah 'alaihisshalaatu wasallam bersabda yang artinya: "Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku sesuai dengan sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia menyebut- Ku. Apabila dia menyebut-Ku pada dirinya, Aku menyebutnya pada diri-Ku..." (HR. Bukhori dalam Fathul baari Juz 13 /384 , Muslim: 2675). <br />
Demi Allah! Kita sebagai seorang mukmin wajib memberikan prasangka baik kepada Allah, dan kita telah melakukannya. Tetapi sedikit amalan kita dalam menjalankan perintahnya! Mudah- mudahan Allah selalu memberikan ampunan kepada kita. <br />
Oleh sebab itulah seorang muslim wajib berada di atas kebenaran dalam beramal untuk meraih keridho'an Allah dan membuang angan-angan tanpa amal. Janganlah kalian menjadi orang- orang yang mengatakan: "Saya menghendaki ilmu agama Allah!" kemudian setelah datang ilmu tersebut kalian berpaling darinya! "Saya menghormati dan menjunjung tinggi para ulama" setelah datang bimbingan dari mereka kalian menyelisihinya ! "Saya menjunjung tinggi alkitab dan assunnah !" tetapi kalian menghabiskan seluruh kehidupan kalian untuk membaca kitab- kitab (buku-buku) filsafat, haroki (pergerakan), yang tidak bersumber pada kebenaran alquran. <br />
Apakah demikian jalan menuju kebahagiaan wahai orang-orang yang mencari kebahagiaan ?! Orang-orang yang menginginkan kebahagiaan dengan berangan- angan dan tidak beramal, pada hakekatnya mereka sama dengan keadaan orang yang bermimpi pada malam hari. Kenapa demikian?! karena mereka tidak mengamalkan apa yang mereka ucapkan. Maka jadikanlah diri kalian sebagai orang-orang yang kembali pada alquran dan sunnah, berpegang teguh dan beramal serta berdakwah kepada keduanya, memuliakan hukum-hukum yang ada pada keduanya, dan kembali pada bimbingan para ulama yang menyeru pada keduanya. <br />
Inilah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki. Inilah hakekat seorang muslim yang selalu menghiasi dirinya dengan ilmu robbani (ilmu agama Allah). Karena selain ilmu robbani, semuanya kembali pada tujuan/niat yang diberikan kepada selain Allah. Yaitu dengan tujuan memperbanyak pengikut, kesombongan, pengagungan, kehormatan, dan pangkat. Yang kesemuanya berakhir dengan membuang keikhlasan dalam beramal. Mereka tidak menghiraukan sabda Rasulullah 'alaihisshalaatu wasallam yang artinya: "Barangsiapa yang mempelajari ilmu, tidak mempelajarinya kecuali ingin mendapatkan kemewahan dunia, dia tidak akan mendapatkan bau surga di hari kiamat" (HR. Abu Dawud No. 3664 , Ibnu Majah No. 252 , Ahmad Juz II/338, dan lainnya.Dari jalan Abu Hurairoh). <br />
Demikianlah, balasan sesuai dengan amalan yang dikerjakan. Allah berfirman yang artinya : <br />
"Adapun orang yang memberi di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya surga. Maka, Kami akan menyiapkan jalan yang mudah baginya kelak. Dan adapun orang-orang yang bakhil, dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan balasan, maka Kami akan menyiapkan jalan yang sukar baginya kelak." (QS. Al Lail :5 - 10 ). <br />
(Bersambung InsyaAllah) <br />
(Diterjemahkan dari Kaset Dakwah Syaikh 'Ali bin Hasan bin 'Ali bin 'Abdil Hamid <br />
Oleh Al Ustadz Abu'Isa Nur Wahid)<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-43632970690605296892010-01-03T05:44:00.003+07:002010-01-03T05:44:54.794+07:00Ghuluw: Penyakit yang Membahayakan UmatGhuluw atau sikap yang berlebih- lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194 . Ibnu Katsir menukilkan penshahihan al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237) <br />
Sejak zaman Nabi Nuh inilah syirik tumbuh dengan semarak, padahal kita ketahui bahwa syirik itu adalah dosa yang paling besar dalam bermaksiat kepada Allah. <span class="fullpost"><br />
Dengan syirik itu pula akan terhapus pahala-pahala, diharamkan pelakunya masuk ke dalam surga dan dia akan kekal di dalam neraka. Dan pada zaman Nabi Nuh inilah awal mula kesyirikan terjadi. <br />
Allah telah menerangkan dalam Kitab-Nya tentang ghuluw (sikap berlebihan di dalam mengagungkan, baik dengan perkataan maupun i'tiqad) kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih pendahulu mereka. Tatkala Nabi Nuh menyeru mereka siang dan malam, baik secara terang- terangan maupun sembunyi- sembunyi agar mereka hanya menyembah Rabb yang satu saja, dan menerangkan kepada mereka akibat-akibat bagi orang yang menentangnya. Tetapi peringatan tersebut tidaklah membuat mereka takut, bahkan menambah lari mereka dari jalan yang lurus, seraya mereka berkata: <br />
وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. ﴿نوح: ٢۳﴾ <br />
Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan janganlah pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nashr." (Nuh: 23) <br />
Di dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut: "Mereka adalah orang-orang shalih di kalangan kaum Nabi Nuh, lalu ketika mereka wafat syaithan mewahyukan kepada mereka (kaum Nabi Nuh) agar meletakkan patung-patung mereka (orang-orang shalih tersebut) pada majlis-majlis tempat yang biasa mereka duduk dan memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka, maka mereka pun melaksanakannya, namun pada saat itu belum disembah. Setelah mereka (generasi pertama tersebut) habis, dan telah terhapus ilmu- ilmu, barulah patung-patung itu disembah." (lihat Kitab Fathu al- Majid bab "Ma ja`a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin") <br />
Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihimus salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam beribadah." Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka (generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang- orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya." (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh) <br />
Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang- orang shalih yang meninggal di kalangan mereka ini berdasarkan anggapan mereka yang baik dan gambar-gambar ini belum disembah. Tapi ketika ilmu terhapus dengan kewafatan para Ulama dan ditambah dengan merajalelanya kebodohan, maka inilah kesempatan bagi setan untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan syirik dengan cara ghuluw terhadap orang- orang shalih dan berlebih-lebihan dalam mencintai mereka. <br />
Timbullah pertanyaan di dalam benak kita, apa sebetulnya tujuan kaum Nabi Nuh menggambar rupa-rupa orang- orang shalih tersebut? Berkata Imam al-Qurthubi: "Sesungguhnya mereka menggambar orang- orang shalih tersebut adalah agar mereka meniru dan mengenang amal- amal baik mereka, sehingga mereka bersemangat seperti semangat mereka (orang-orang yang shalih), dan mereka beribadah di sekitar kubur-kubur mereka. <br />
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Senantiasa syaithan membisikkan kepada para penyembah kuburan bahwa membuat bangunan di atas kubur serta beri'tikaf di atasnya adalah suatu realisasi kecintaan mereka kepada para Nabi dan orang-orang shalih, dan berdoa di sisinya adalah mustajab. Kemudian hal semacam ini meningkat kepada doa dan bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama-nama mereka. Padahal keadaan Allah lebih agung dari hal tersebut.." (Lihat Fathul Majid bab Ma Ja'a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin) <br />
Perbuatan semacam ini merupakan suatu kesyirikan yang nyata disebabkan oleh sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih. Dan akibat dari perbuatan mereka ini ialah kemurkaan Allah atas mereka dengan menenggelamkan mereka dengan adzab-Nya sehingga tidak tertinggal seorang pun dari mereka termasuk anak dan istri beliau sendiri yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman di dalam ayat-Nya: <br />
مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْصَارًا. وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لاَ تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. ﴿نوح: ٢٥- ٢٦﴾ <br />
Dari sebab kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan kemudian dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapatkan seorang penolong pun selain Allah. Dan berkata Nuh: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 25-26) <br />
As-Suddi berkata dalam menafsirkan ayat ini: "Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, maka Allah memusnahkan semua orang-orang kafir yang ada di muka bumi termasuk anak beliau sendiri dikarenakan penentangannya kepada ayahnya." (Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Nuh) <br />
Maka demikianlah balasan bagi orang-orang yang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh. <br />
Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai terjadi pula di masa Bani Israil. Kaum Yahudi yang menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan bahwa al- Masih adalah anak Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam ayat-Nya: <br />
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ. ﴿التوبة: ۳۰﴾ <br />
Dan orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nashrani berkata: "Al- Masih itu putera Allah." Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?" (at-Taubah: 30) <br />
Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena mereka melihat dari mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah Taurat dihapus dari dada-dada orang- orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah wafat seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan perbuatan dan kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka mereka menyandarkan hal tersebut kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas menyatakan: "Sesungguhnya mereka (Orang- orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah) karena mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat dari dada-dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah Taurat yang sudah dihapus dari dada- dada mereka turun dari langit dan masuk ke dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh kaumnya seraya berkata: "Allah telah memberi Taurat kepadaku." Maka serta merta mereka mereka menyatakan: "Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak Allah." Sedangkan di dalam riwayat lain beliau berkata: "Bakhtanshar ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan membunuh orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia dibiarkan (tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun lamanya kemudian Allah membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil, beliau berkata: "Saya adalah 'Uzair." Mereka pun tidak mempercayainya seraya menjawab: "Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada kami. Maka 'Uzair pun menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan: "Inilah adalah anak Allah." (Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi At- Tafsir, oleh Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424) <br />
Riwayat kedua ini menyatakan bahwa 'Uzair adalah seorang Nabi dari para Nabi Bani Israil. Setelah beliau meninggal seratus tahun lamanya, Allah membangkitkannya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: <br />
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. ﴿البقرة: ٢٥۹﴾ <br />
Atau apakah kamu tidak (memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al- Baqarah: 259) <br />
Demikianlah asal usul orang- orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah. Adapun perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau sebagai Allah, ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia mampu menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah. (Kitab Mahabbatu ar-Rasul hal. 155) <br />
Yang menyatakan demikian bukanlah shahabat-shahabat Nabi Isa sendiri, melainkan orang- orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah selang beberapa waktu mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu. <br />
Allah telah membantah serta menerangkan sangkaan mereka yang tanpa dalil tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman: <br />
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ. ﴿المائدة: ٧٢﴾ <br />
Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam... (al-Maidah: 72) <br />
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. ﴿المائدة: ٧۳﴾ <br />
Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (al-Maidah: 73) <br />
Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah putra Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka tidak mengetahui bahwa Isa adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang dimuliakan dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala: <br />
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ... ﴿المائدة: ٧٥﴾ <br />
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa memakan makanan..." (al-Maidah: 75) <br />
Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam yaitu kesyirikan disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih. <br />
Kerusakan seperti ini tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat ini akan meniru peradaban kaum-kaum sebelumnya. Beliau bersabda: <br />
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَ النَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟! (رواه البخاري ومسلم) <br />
Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan- jalan) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami (shahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim) <br />
Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat ini akan mengikuti sunnah-sunnah umat- umat sebelum mereka seperti sikap ghuluw Yahudi dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap ghuluw kelompok Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi) terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Syi'ah Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu. <br />
Di antara sikap ghuluw yang ada kita juga bisa menemukan adanya sikap ghuluw yang dilakukan sekelompok dari orang-orang sufi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan syaikh- syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdoa kepada Rasul, meminta bantuan (isti'anah), dan pertolongan (istighatsah) dengan memanggil-manggil beliau, atau mengusap-usap kubur beliau atau thawaf di sekelilingnya. Dan terkadang seperti itu pula mereka melakukan terhadap syaikh- syaikh mereka yang telah meninggal. <br />
Di antara mereka ada yang bersikap ghuluw terhadap Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah di Baghdad, Syaikh al-Adawi di Mesir, Para Syaikh (yang dianggap, red) Wali Songo di Indonesia, serta di antara mereka ada pula yang bersikap ghuluw terhadap seorang tokoh yang difiguritaskan seperti Hasan al-Banna di Mesir yang dilakukan oleh sekelompok kaum muslimin dari kalangan firqah Ikhwanul Muslimin sampai di antara mereka ada yang mengatakan bahwa: "Hasan Al- Banna tidak mati, akan tetapi hidup di sisi Allah, akhlaknya adalah Al-Quran", sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syahid. Padahal beliau adalah seorang yang berakidahkan Sufi al- Hashafiyah Asy-Syadziliyah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy-Syabit di dalam Kitabnya Da'watu Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam hal. 63. Diterangkan pula di dalam kitab tersebut bahwa Hasan al-Banna telah menolak hadits tentang turunnya Imam Mahdi di akhir zaman, serta akidah beliau yang telah menyimpang dari akidah para salafus shalih. <br />
Demikianlah sikap ghuluw selalu ada di umat ini selama mereka menjauhi Al-Qur`an dan As- Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum. Dengan semakin jauhnya mereka dari al-Qur`an dan as-Sunnah, semakin besarlah kerusakan yang mereka lakukan disebabkan sikap ghuluw tersebut. Tidak sedikit dari kalangan muslimin khususnya orang-orang awam yang terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan di zaman Nabi Nuh 'alaihis salam. <br />
Maka bagi kita haruslah ingat sabda beliau: <br />
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ. (رواه أحمد وابن ماجه والنسائي وقال الشيخ الإسلام ابن تيمية في الإقتضاء ص ١٠٦، إسناده على شرط مسلم و وافقه الألباني في الصحيحة رقم ١٢٨٣) <br />
Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama, karena sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan (sikap) ghuluw di dalam agama." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa`i, dan berkata Syaikhul Islam di dalam Iqtidha hal. 106 : Sanadnya dengan atas syarat Muslim, dan disepakati oleh Al-Albani di dalam ash-Shahihah 1283) <br />
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita dari sikap berlebih- lebihan di dalam beragama, dan agar Allah menunjuki kita serta kaum muslimin untuk kembali ke jalan- Nya yang lurus. Amin. Wallahu a'lam bis shawab. <br />
Maraji': <br />
1. Al-I'tisham oleh al-Imam asy- Syatibi <br />
2. Al-Qur`an al-Karim <br />
3. Dakwah Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Islam oleh Syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy- Syabt. <br />
4. Kasyfus Syubhat oleh Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab <br />
5. Kitab Fathul Majid oleh Asy- Syaikh Abdurrahman Ali Asy- Syaikh. <br />
6. Mahabbatur Rasul Bainal Ittiba' Wa al-Ibtida' oleh Asy-Syaikh Abdurrauf Muhammad Utsman.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-13689086606401748742010-01-03T05:44:00.001+07:002010-01-03T05:44:50.176+07:00Ghuluw: Penyakit yang Membahayakan UmatGhuluw atau sikap yang berlebih- lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194 . Ibnu Katsir menukilkan penshahihan al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237) <br />
Sejak zaman Nabi Nuh inilah syirik tumbuh dengan semarak, padahal kita ketahui bahwa syirik itu adalah dosa yang paling besar dalam bermaksiat kepada Allah. <span class="fullpost"><br />
Dengan syirik itu pula akan terhapus pahala-pahala, diharamkan pelakunya masuk ke dalam surga dan dia akan kekal di dalam neraka. Dan pada zaman Nabi Nuh inilah awal mula kesyirikan terjadi. <br />
Allah telah menerangkan dalam Kitab-Nya tentang ghuluw (sikap berlebihan di dalam mengagungkan, baik dengan perkataan maupun i'tiqad) kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih pendahulu mereka. Tatkala Nabi Nuh menyeru mereka siang dan malam, baik secara terang- terangan maupun sembunyi- sembunyi agar mereka hanya menyembah Rabb yang satu saja, dan menerangkan kepada mereka akibat-akibat bagi orang yang menentangnya. Tetapi peringatan tersebut tidaklah membuat mereka takut, bahkan menambah lari mereka dari jalan yang lurus, seraya mereka berkata: <br />
وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. ﴿نوح: ٢۳﴾ <br />
Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan janganlah pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nashr." (Nuh: 23) <br />
Di dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut: "Mereka adalah orang-orang shalih di kalangan kaum Nabi Nuh, lalu ketika mereka wafat syaithan mewahyukan kepada mereka (kaum Nabi Nuh) agar meletakkan patung-patung mereka (orang-orang shalih tersebut) pada majlis-majlis tempat yang biasa mereka duduk dan memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka, maka mereka pun melaksanakannya, namun pada saat itu belum disembah. Setelah mereka (generasi pertama tersebut) habis, dan telah terhapus ilmu- ilmu, barulah patung-patung itu disembah." (lihat Kitab Fathu al- Majid bab "Ma ja`a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin") <br />
Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihimus salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam beribadah." Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka (generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang- orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya." (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh) <br />
Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang- orang shalih yang meninggal di kalangan mereka ini berdasarkan anggapan mereka yang baik dan gambar-gambar ini belum disembah. Tapi ketika ilmu terhapus dengan kewafatan para Ulama dan ditambah dengan merajalelanya kebodohan, maka inilah kesempatan bagi setan untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan syirik dengan cara ghuluw terhadap orang- orang shalih dan berlebih-lebihan dalam mencintai mereka. <br />
Timbullah pertanyaan di dalam benak kita, apa sebetulnya tujuan kaum Nabi Nuh menggambar rupa-rupa orang- orang shalih tersebut? Berkata Imam al-Qurthubi: "Sesungguhnya mereka menggambar orang- orang shalih tersebut adalah agar mereka meniru dan mengenang amal- amal baik mereka, sehingga mereka bersemangat seperti semangat mereka (orang-orang yang shalih), dan mereka beribadah di sekitar kubur-kubur mereka. <br />
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Senantiasa syaithan membisikkan kepada para penyembah kuburan bahwa membuat bangunan di atas kubur serta beri'tikaf di atasnya adalah suatu realisasi kecintaan mereka kepada para Nabi dan orang-orang shalih, dan berdoa di sisinya adalah mustajab. Kemudian hal semacam ini meningkat kepada doa dan bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama-nama mereka. Padahal keadaan Allah lebih agung dari hal tersebut.." (Lihat Fathul Majid bab Ma Ja'a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin) <br />
Perbuatan semacam ini merupakan suatu kesyirikan yang nyata disebabkan oleh sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih. Dan akibat dari perbuatan mereka ini ialah kemurkaan Allah atas mereka dengan menenggelamkan mereka dengan adzab-Nya sehingga tidak tertinggal seorang pun dari mereka termasuk anak dan istri beliau sendiri yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman di dalam ayat-Nya: <br />
مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْصَارًا. وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لاَ تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. ﴿نوح: ٢٥- ٢٦﴾ <br />
Dari sebab kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan kemudian dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapatkan seorang penolong pun selain Allah. Dan berkata Nuh: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 25-26) <br />
As-Suddi berkata dalam menafsirkan ayat ini: "Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, maka Allah memusnahkan semua orang-orang kafir yang ada di muka bumi termasuk anak beliau sendiri dikarenakan penentangannya kepada ayahnya." (Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Nuh) <br />
Maka demikianlah balasan bagi orang-orang yang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh. <br />
Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai terjadi pula di masa Bani Israil. Kaum Yahudi yang menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan bahwa al- Masih adalah anak Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam ayat-Nya: <br />
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ. ﴿التوبة: ۳۰﴾ <br />
Dan orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nashrani berkata: "Al- Masih itu putera Allah." Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?" (at-Taubah: 30) <br />
Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena mereka melihat dari mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah Taurat dihapus dari dada-dada orang- orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah wafat seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan perbuatan dan kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka mereka menyandarkan hal tersebut kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas menyatakan: "Sesungguhnya mereka (Orang- orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah) karena mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat dari dada-dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah Taurat yang sudah dihapus dari dada- dada mereka turun dari langit dan masuk ke dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh kaumnya seraya berkata: "Allah telah memberi Taurat kepadaku." Maka serta merta mereka mereka menyatakan: "Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak Allah." Sedangkan di dalam riwayat lain beliau berkata: "Bakhtanshar ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan membunuh orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia dibiarkan (tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun lamanya kemudian Allah membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil, beliau berkata: "Saya adalah 'Uzair." Mereka pun tidak mempercayainya seraya menjawab: "Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada kami. Maka 'Uzair pun menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan: "Inilah adalah anak Allah." (Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi At- Tafsir, oleh Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424) <br />
Riwayat kedua ini menyatakan bahwa 'Uzair adalah seorang Nabi dari para Nabi Bani Israil. Setelah beliau meninggal seratus tahun lamanya, Allah membangkitkannya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: <br />
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. ﴿البقرة: ٢٥۹﴾ <br />
Atau apakah kamu tidak (memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al- Baqarah: 259) <br />
Demikianlah asal usul orang- orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah. Adapun perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau sebagai Allah, ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia mampu menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah. (Kitab Mahabbatu ar-Rasul hal. 155) <br />
Yang menyatakan demikian bukanlah shahabat-shahabat Nabi Isa sendiri, melainkan orang- orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah selang beberapa waktu mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu. <br />
Allah telah membantah serta menerangkan sangkaan mereka yang tanpa dalil tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman: <br />
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ. ﴿المائدة: ٧٢﴾ <br />
Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam... (al-Maidah: 72) <br />
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. ﴿المائدة: ٧۳﴾ <br />
Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (al-Maidah: 73) <br />
Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah putra Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka tidak mengetahui bahwa Isa adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang dimuliakan dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala: <br />
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ... ﴿المائدة: ٧٥﴾ <br />
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa memakan makanan..." (al-Maidah: 75) <br />
Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam yaitu kesyirikan disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih. <br />
Kerusakan seperti ini tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat ini akan meniru peradaban kaum-kaum sebelumnya. Beliau bersabda: <br />
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَ النَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟! (رواه البخاري ومسلم) <br />
Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan- jalan) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami (shahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim) <br />
Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat ini akan mengikuti sunnah-sunnah umat- umat sebelum mereka seperti sikap ghuluw Yahudi dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap ghuluw kelompok Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi) terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Syi'ah Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu. <br />
Di antara sikap ghuluw yang ada kita juga bisa menemukan adanya sikap ghuluw yang dilakukan sekelompok dari orang-orang sufi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan syaikh- syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdoa kepada Rasul, meminta bantuan (isti'anah), dan pertolongan (istighatsah) dengan memanggil-manggil beliau, atau mengusap-usap kubur beliau atau thawaf di sekelilingnya. Dan terkadang seperti itu pula mereka melakukan terhadap syaikh- syaikh mereka yang telah meninggal. <br />
Di antara mereka ada yang bersikap ghuluw terhadap Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah di Baghdad, Syaikh al-Adawi di Mesir, Para Syaikh (yang dianggap, red) Wali Songo di Indonesia, serta di antara mereka ada pula yang bersikap ghuluw terhadap seorang tokoh yang difiguritaskan seperti Hasan al-Banna di Mesir yang dilakukan oleh sekelompok kaum muslimin dari kalangan firqah Ikhwanul Muslimin sampai di antara mereka ada yang mengatakan bahwa: "Hasan Al- Banna tidak mati, akan tetapi hidup di sisi Allah, akhlaknya adalah Al-Quran", sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syahid. Padahal beliau adalah seorang yang berakidahkan Sufi al- Hashafiyah Asy-Syadziliyah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy-Syabit di dalam Kitabnya Da'watu Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam hal. 63. Diterangkan pula di dalam kitab tersebut bahwa Hasan al-Banna telah menolak hadits tentang turunnya Imam Mahdi di akhir zaman, serta akidah beliau yang telah menyimpang dari akidah para salafus shalih. <br />
Demikianlah sikap ghuluw selalu ada di umat ini selama mereka menjauhi Al-Qur`an dan As- Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum. Dengan semakin jauhnya mereka dari al-Qur`an dan as-Sunnah, semakin besarlah kerusakan yang mereka lakukan disebabkan sikap ghuluw tersebut. Tidak sedikit dari kalangan muslimin khususnya orang-orang awam yang terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan di zaman Nabi Nuh 'alaihis salam. <br />
Maka bagi kita haruslah ingat sabda beliau: <br />
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ. (رواه أحمد وابن ماجه والنسائي وقال الشيخ الإسلام ابن تيمية في الإقتضاء ص ١٠٦، إسناده على شرط مسلم و وافقه الألباني في الصحيحة رقم ١٢٨٣) <br />
Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama, karena sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan (sikap) ghuluw di dalam agama." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa`i, dan berkata Syaikhul Islam di dalam Iqtidha hal. 106 : Sanadnya dengan atas syarat Muslim, dan disepakati oleh Al-Albani di dalam ash-Shahihah 1283) <br />
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita dari sikap berlebih- lebihan di dalam beragama, dan agar Allah menunjuki kita serta kaum muslimin untuk kembali ke jalan- Nya yang lurus. Amin. Wallahu a'lam bis shawab. <br />
Maraji': <br />
1. Al-I'tisham oleh al-Imam asy- Syatibi <br />
2. Al-Qur`an al-Karim <br />
3. Dakwah Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Islam oleh Syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy- Syabt. <br />
4. Kasyfus Syubhat oleh Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab <br />
5. Kitab Fathul Majid oleh Asy- Syaikh Abdurrahman Ali Asy- Syaikh. <br />
6. Mahabbatur Rasul Bainal Ittiba' Wa al-Ibtida' oleh Asy-Syaikh Abdurrauf Muhammad Utsman.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-69259043321850285732010-01-03T05:38:00.001+07:002010-01-03T05:38:34.617+07:00Da'wah Tauhid Dakwah yang HaqMengikhlaskan agama hanya untuk Allah ( Tauhid ) merupakan pokok ajaran agama islam, yang mana karena hal tersebut inilah Allah menurunkan kitab-kitab- Nya serta mengutus para Rasul, dan seluruh para Nabi menyerukan ( menda'wahkan ) hal ini serta berjihad dengannya. <br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan dalam firman-Nya : <br />
"Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ( memurnikan ) agama ini." <br />
(QS. Az-Zumar : 2). <br />
Dalam firman-Nya yang lain : <br />
"Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ( memurnikan ) agama ini bagi- Nya." (QS. Al-Bayyinah : 5). <span class="fullpost"><br />
<br />
Dan kedudukan Tauhid itu ibarat pondasi pada sebuah bangunan. <br />
Al Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata : "Barang siapa yang ingin meninggikan bangunan, maka wajib atasnya untuk menguatkan dan memantapkan pondasinya serta bersungguh- sungguh untuk menfokuskan perhatian kepadanya, karena tingginya bangunan tersebut tergantung pada kuat serta mantapnya pondasi itu. Maka amalan dan tingkatan- tingkatannya adalah ( ibarat ) bangunan dan pondasinya adalah keimanan. Maka orang yang bijaksana itu cita- citanya adalah membetulkan dan memantapkan pondasi, adapun orang yang bodoh (adalah orang yang) mendirikan bangunan tanpa adanya pondasi, sehingga tidak lama bangunannya akan runtuh. <br />
Allah Ta'ala berfirman : <br />
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhoan-Nya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama- sama kedalam neraka jahanam ? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dholim," <br />
(QS. At-Taubah : 109). <br />
(lihat keterangan ini dalam kitab Al-Fawaid, hal 204). <br />
Aku (Syaikh Abdul Malik Ramadhany) katakan : "Ayat ini turun tentang orang-orang munafik yng membangun masjid untuk ditegakkan sholat di dalamnya. Akan tetapi ketika mereka mengerjakan amalan yang agung serta mulia ini, hati mereka kosong dari keikhlasan dan tidak bermanfat bagi mereka sedikitpun, bahkan mereka jatuh kedalam neraka jahanam sebagaimana tersebut dalam ayat ini." (lihat kitab Sittu Duror, hal 13-14)". <br />
Al Imam Ibnul Qoyyim menyatakan : <br />
"Pondasi itu ada dua hal : <br />
Pertama : Benarnya pengenalan kepada Allah dan perintah-Nya serta nama-nama dan sifat- sifat- Nya. <br />
Kedua : Memurnikan ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak kepada yang lainnya. Maka ini adalah sekuat-kuatnya pondasi yang di gunakan seorang hamba untuk bangunannya." <br />
Ketika Tauhid itu ibarat pondasi bagi sebuah bangunan dan akar dari sebuah pohon, maka perintah pertama yang kita jumpai ketika kita membuka Al- Qur'an dari awal adalah firman Allah Ta'ala : <br />
"Wahai manusia beribadahlah kepada Rabb kalian yang menciptakan kalian dan orang- orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa." <br />
(QS. Al Baqarah : 21). <br />
Kemudian setelah ayat ini langsung diikuti dengan larangan dari apa-apa yang menentang Tauhid, yakni syirik. Allah berfirman : <br />
"Maka janganlah kalian jadikan tandingan-tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan kalian mengetahuinya " (QS. Al Baqarah : 22). <br />
Di sini terdapat faedah yang besar, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak hanya memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya, akan tetapi Allah melarang kita dari apa-apa yang membatalkan hal tersebut, yaitu beribadah kepada selain-Nya (syirik). Maka lihatlah di dalam Al Qur'an, kita akan menjumpai hukum yang berturut-turut, diantaranya firman Allah : <br />
"Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukan dengan selain-Nya," <br />
(QS. An-Nisa : 36). <br />
Dalam firman-Nya yang lain : <br />
"Dan sungguh kami tidak mengutus seorang Rasul pada setiap ummat (untuk menyeru) "sembahlah Allah dan jauhilah taghut." <br />
(QS. An-Nahl : 36). <br />
Syaikh Mubarok Al-Mily berkata : "Tidak cukup di dalam dua kalimat syahadat dengan semata bertauhid saja, sampai dia meniadakan berbagai macam sesembahan yang lain dan membatasi syari'at ini hanya pada seseorang yang di utus untuk menyampaikan agama ini (yaitu Rasulullah shalallahu wa sallam). <br />
Syirik adalah perbuatan haram nomor satu yang di larang oleh Allah Ta'ala sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya : <br />
"Katakanlah (wahai Muhammad), "marilah kalian, akan aku bacakan apa saja yang di haramkan oleh Rabb kalian atas kalian, yaitu janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun..." <br />
(QS. Al-An'am : 151). <br />
Dan wasiat petama yang di wasiatkan oleh Luqman Al-Hakkim kepada putranya adalah : <br />
"Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah (syirik) itu adalah kedholiman yang sangat besar. " (QS. Luqman : 13). <br />
Dalam Tauhid itu adalah wasiat para Nabi ketika akan menghadapi kematian. <br />
Allah Ta'ala berfirman : <br />
"Adakah kami hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika itu ia berkata kepada anaknnya "Apakah yang kalian sembah sepeninggalku ? "Mereka menjawab : "Kami akan menyembah tuhanmu dan tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." <br />
(QS. Al-Baqarah : 133) <br />
Oleh karena itu, para da'i yang mengajak untuk bertauhid adalah seutama-utama da'i, karena dakwah tauhid adalah dakwah yang menyeru kepada derajat iman yang paling tinggi. Sebagaimana di nyatakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam : <br />
"Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang yang paling utama adalah kalimat Laa ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang keimanan." (HR. Muslim). <br />
Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan : <br />
"Rasulullah telah mengingatkan bahwa cabang keimanan yang paling utama adalah Tauhid yang wajib atas setiap orang (untuk mengetahui ) dan tidak sah sesuatu pun dari cabang-cabang tersebut kecuali setelah benarnya Tauhid," (lihat kitab Syarah Shohih Muslim jilid 1 , hal 20). <br />
Aku (Syaikh Abdul Malik Ramadhany) katakan : <br />
"Akan tetapi cabang-cabang keimanan ini tidak akan tumbuh dalam hati seseorang dan tidak akan berbuah pada anggota badannya kecuali sesuai dengan (seberapa jauh makna) kalimat thoyyibah ini di laksanakan oleh seorang hamba." <br />
Hal ini di karenakan bagusnya hati pada jasad. Dalam sebuah hadist dari An-Nu'man bin Basyir radhiayallahu'anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : <br />
"Sesungguhnya di dalam tubuh seseorang itu terdapat segumpal daging, Jika ia baik, maka akan baiklah seluruh anggota tubuh. Jika ia rusak, maka akan rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, dia itu adalah hati." (HR. Bukhori-Muslim). <br />
Di dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bahwa memperbaiki Tauhid adalah pokok segala kebaikan dan perkara yang paling agung. Oleh karena itu seluruh dakwah yang menyerukan kepada kebaikan yang tidak memusatkan pada urusan Tauhid, akan mengalami penyelewengan (penyimpangan) sesuai dengan jauhnya dia dari pokok yang mulia ini, yaitu Tauhid. <br />
Seperti mereka (kelompok- kelompok dakwah) yang menghabiskan waktunya untuk memperbaiki hubungan sesama manusia tetapi hubungan dengan Allah (yaitu perkara Aqidahnya) tidak sesuai dengan tuntunan salafus shalih. <br />
Atau ada juga kelompok- kelompok dakwah yang menghabiskan waktunya untuk menyerang atau mengkritik pemerintah dengan tujuan memperbaiki masyarakat atau dengan cara politik untuk menghancurkan pemerintah dengan tanpa memperdulikan kerusakan aqidah para pengikutnya. <br />
Atau ada juga mereka (kelompok-kelompok dakwah) yang dalam dakwahnya tidak memperhatikan dan tidak memulai dakwahnya pada Tauhid dengan anggapan bahwa Tauhid itu akan memecah belah umat, atau umat akan lari darinya, atau juga dengan anggapan bahwa masyarakat sudah paham semua tentang Tauhid sehingga mereka dengungkan (dakwahkan) setiap saat adalah bagaimana membentuk daulah Islam (Negara Islam). <br />
Apakah mereka tidak mendengar do'a Nabi Ibrahim alaihis salam yang mana beliau kuatir terjatuh dalam kesyirikan, beliau berdo'a : <br />
"Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri kami ini negeri yang aman, serta jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada patung- patung (berhala). Wahai Tuhanku, sesungguhnya mereka (berhala-berhala itu) telah menyesatkan mayoritas manusia. " (QS. Ibrahim : 35-36). <br />
Oleh karena itu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menekankan kepada para da'i agar mementingkan masalah tauhid serta memulai dakwahnya dengan tauhid itu. Sebagaimana di riwayatkan dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Mu'adz bin Jabal ketika dia di utus ka Yaman : <br />
"Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab. Maka jika kamu datang kepada mereka, jadikanlah pertama kali yang kamu dakwahkan kepada mereka adalah "beribadahlah kalian kepada Allah (Dalam riwayat yang lain : "Agar kalian mentauhidkan Allah). " <br />
(HR. Bukhori- Muslim). <br />
Oleh karena itu awalilah dakwah yang kita lakukan ini dengan dakwah tauhid sebagaimana yang di perintahkan oleh Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam.Wallahu A'lamu bishshowwab. <br />
Maraji' : Kitab Sittu Durar min Ushuli Ahlil Atsar, karya Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhany <br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-35609066339836014642010-01-03T05:30:00.001+07:002010-01-03T05:30:50.473+07:00Ciri Utama Pengikut Rasulullah dan Para Shahabatnya1) Berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dalam segala perkara khususnya ketika terjadi perbedaan pendapat. <br />
Allah berfirman : "Maka jika kalian berbeda pendapat dalam satu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul- Nya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir" ( QS. An Nisa : 59 ) <br />
2) Memahami Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak dipahami sesuai dengan hawa nafsu maupun tokoh tertentu. <span class="fullpost"><br />
Allah berfirman : <br />
"Generasi pertama shahabat muhajirin dan anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah meridloi mereka dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah siapkan untuk mereka surga- surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai mereka kekal di dalamnya itulah keberuntungan yang besar" <br />
( QS. At Taubah : 100 ) <br />
3) Tetap istiqomah di atas kebenaran Al Quran dan As Sunnah walaupun dihina dan dijauhi oleh masyarakatnya, Rasulullah bersabda : <br />
"Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang- orang yang menghina mereka sampai datang perintah Allah (angin dingin yang mencabut nyawa setiap orang yang memiliki keimanan menjelang kiamat)" <br />
( HR. Imam Muslim ) <br />
4) Tidak taqlid kepada madzhab atau tokoh tertentu tetapi melihat dalil yang dipakai. Bila sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah, diterima. Bila tidak, maka ditolak siapapun yang mengucapkannya. <br />
Imam Malik, Rahimahullah berkata : <br />
"Setiap orang bisa diambil ucapannya dan bisa ditolak kecuali Nabi " ( Minhaj Al Firqoh An Najiyah : 10 ) <br />
5) Tidak pilih-pilih syariat, semua perintah Allah dan Rasul-Nya dilaksanakan semampunya dan semua larangan ditinggalkan tanpa terkecuali. <br />
Allah berfirman : <br />
"Apa saja yang dibawa oleh Rasul untuk kalian maka ambillah dan apa saja yang dilarang maka tinggalkanlah" ( QS. Al Hasyr : 7 ) <br />
6) Hanya menggunakan hadits - hadits shahih dan tidak menggunakan hadits - hadits dloif ( lemah ) dan maudlu' ( palsu ), karena yang dloif ( lemah ) dan maudlu' ( palsu ) itu merupakan bentuk berdusta atas nama Rasulullah. Beliau bersabda : <br />
"Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah menempati tempat duduknya di neraka" <br />
( HR. Imam Muslim dan lainnya ) <br />
7) Menegakkan seluruh jenis tauhid dan memberantas segala jenis syirik, karena ini adalah inti dakwah para Nabi dan Rasul. <br />
Allah berfirman : <br />
"Sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul untuk menyeru ( kepada umatnya ) beribadahlah hanya kepada Allah ( tauhid ) dan jauhilah sesembahan selain Allah ( syirik )" <br />
( QS. An Nahl : 36 ) <br />
Menegakkan Sunnah ( ajaran Rasulullah ) dan memberantas segala jenis kebid'ahan, Rasulullah bersabda : <br />
"Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah dengan gigi geraham ( pegang erat-erat dan jauhilah perkara-perkara baru yang tidak diajarkan agama, karena hal itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat )" <br />
(HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dishohihkan syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami' ) <br />
9) Mendidik generasi umat dengan pendidikan yang sesuai dengan pendidikan Rasulullah dan para shahabatnya. <br />
10) Giat menuntut ilmu syariat. Karena mereka yakin dengan ilmu ini dapat mengetahui dan mencontoh seluruh ajaran Rasulullah secara terperinci.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-80904957798157963592010-01-03T05:16:00.001+07:002010-01-03T05:16:58.372+07:00Islam Itu Agama TauhidAllah membuka pintu-pintu ilmu bagi hamba-hamba-Nya dengan diutusnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, yaitu pintu ibadah kepada Allah serta pintu- pintu ilmu dalam mencari rizki di muka bumi ini dari sisi yang halal. Maka tidak ada sesuatupun yang di butuhkan manusia untuk mengetahui urusan dunia dan dalam agama kecuali Allah sudah jelaskan semua kepada manusia, sehingga menjadilah mereka di atas jalan yang putih bersih, <span class="fullpost"><br />
malamnya seperti siangnya, dan tidaklah seseorang itu melenceng darinya kecuali pasti binasa. <br />
Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang di berikan kepada kalian, yaitu dengan diutusnya seorang Rasul kepada kalian, yang mana Rasul tersebut membacakan ayat-ayat Allah kepada kalian, serta mensucikan kalian, mengajari kalian Al-Qur'an dan Al-Hikmah ( As-sunnah ). <br />
Dengan Rasul tersebut Allah mengeluarkan kalian dari kegelapan kesyirikan dan kekufuran menuju ke cahaya keadilan dan kebaikan, serta dari kegelapan kesedihan hati dan sempitnya dada menuju kepada cahaya ketenangan dan lapang dada. <br />
Allah Ta'aala berfirman : <br />
" Maka apakah orang-orang yang di bukakan Allah hatinya untuk ( menerima ) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhan-Nya ( sama dengan orang yang membantu hatinya ) ? " ( QS. Az- Zumar : 22 ). <br />
Allah juga berfirman : <br />
Alif lam raa. ( ini adalah ) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengerluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya yang terang benderang dengan izin Tuhan mereka, ( yaitu ) menuju jalan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allahlah yang memiliki segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. "( QS. Ibrahim : 1-2 ). <br />
Allah mengutus nabi-nya Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan manusia berada dalam kebodohan, lalu beliau membuka pintu-pintu ilmu dalam mengenal Allah, nama- nama-Nya, sifat-sifat serta perbuatan-Nya. Dam juga pintu- pintu ilmu untuk mengenal makhluk-Nya yaitu permulaan dan akhir dari penciptaan manusia, serta hisab dan pembalasan ( di hari kiamat ). <br />
Allah Ta'aala berfirman : "Dan sesungguhnya kami menciptakan manusia dari suatu sari pati ( berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu menjadi air mani ( yang tersimpan ) dalam tempat yang kokoh ( yaitu rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, dan segumpal darah itu Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk ) lain. Maka Maha Suci Allah, penciptaan yang paling baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan ( dari kuburmu ) di hari kiamat. "(QS. Al-Mu'minum:12-16 ). <br />
Allah membuka pintu-pintu ilmu bagi hamba-hamba-Nya dengan diutusnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, yaitu pintu ibadah kepada Allah serta pintu- pintu ilmu dalam mencari rizki di muka bumi ini dari sisi yang halal. Maka tidak ada sesuatupun yang di butuhkan manusia untuk mengetahui urusan dunia dan dalam agama kecuali Allah sudah jelaskan semua kepada manusia, sehingga menjadilah mereka di atas jalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, dan tidaklah seseorang itu melenceng darinya kecuali pasti binasa. <br />
Allah Ta'ala mengutus Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam ketika manusia bergelimang dengan berbagai macam kesyirikan. Diantara mereka ada yang menyembah berhala, ada juga yang menyembah Al-Masih ibnu Maryam ( Nabi Isa 'alaihissalam ) dan ada yang menyembah pepohonan dan batu-batuan. Kemudian Allah menyelamatkan mereka dari kebodohan ini, yaitu dari beribadah kepada berhala- berhala untuk beribadah kepada Allah, mentauhidkan-Nya, mengiklaskan ibadah hanya untuk Allah saja serta menunjukkan kecintaan dan pengagungan kepada-Nya saja. Mka jadilah hamba tersebut ikhlas dalam niatnya, ikhlas dalam mencintainya serta ikhlas dalam mengagungkannya, baik lahir maupun batin. <br />
Allah Ta'ala berfirman : <br />
"Katakanlah, sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah semesta alam". ( QS. Al-An'am : 162 ). <br />
Dalam firman-Nya yang lain : " Maka Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa, kaerena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. " ( QS.Al-Hajj :34 ). <br />
Demikanlah, Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam datang utntuk merealisasikan tauhid dan mensucikannya, ( yakni ) mensucikannya dari setiap kotoran-kotoran dan menutup segala pintu yang dapat mengantarkan kepada kerusakan tauhid itu atau melemahkannya. Sampai-sampai, ketika ada seseorang yang berkata kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Atas kehendak Allah dan kehendak anda." Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan : "Apakah kamu hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah ? Tetapi hendaknya km katakan : "Atas kehendak Allah saja." ( Hadits Hasan Riwayat Imam Ahmad ). <br />
Dalam hadits ini Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menngingkari laki-laki tersebut yang menggabungkan masyi'ah ( kehendak ) Allah dan huruf yang menghendaki penyamaan antara keduanya ( yakni faedah wawu athof yang berarti dan yang memberi faedah bahwa kata yang di gabungkan itu memiliki nilai derajat atau kedudukan yang sama, ed ), dan menjadikan hal tersebut termasuk mengadakan tandingan ( sekutu )bagi Allah, dan menjadikan tandingan bagi Allah itu adalah menyekutukan-Nya ( berbuat syirik ). <br />
Demikian pula Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan seseorang bersumpah dengan selain Allah dan menjadikan perbuatan tersebut termasuk ke syirikan. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda : " Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kufur atau syirik. "( hadits Shohib Riwayat Imam At-Tirmidzi ).Yang demikian itu karena bersumpah dengan selain Allah berarti mengagungkan yang sesuai dengannya. Maka tidak boleh bagi seorang muslim mengatakan ketika bersumpah " demi nabi " atau " demi kehidupan nabi " atau juga " demi kehidupan fulan ", akan tetapi hendaknya bersumpah denngan Allah saja atau diam. <br />
Demikian pula ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di tanya tentang seorang yang bertemu dengan saudaranya lalu mengucapkan salam padanya, apakah boleh membungkuk kepadanya ( ketika memberi salam ) ? Maka beliau menjawab : "Tidak ". ( HR.At-Tirmidzi ). Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang memberi salam sambil membungkuk karena hal tersebut termasuk khudhu' ( tunduk atau merendah ) yang tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah saja, Dialah satu- satunya yang berhak di sujudi dan di ruku'i. Dan sujud ketika memberikan salam di perbolehkan hanya pada syari'at sebelum kita. Akan tetapi syari'at ( Islam ) ini adalah syari'at yang sempurna, syari'atnya Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam melarangnya dan mengharamkan kecuali untuk Allah saja. <br />
Dan di dalam sebuah hadits di kisahkan bahwa Mu'adz bin jabal datang ke syam dan menjumpai mereka ( penduduk syam ) bersujud ( yakni membungkuk ketika salam,ed ) kepada pemimpin- pemimpin mereka, dan hal itu terjadi sebelum mereka masuk Islam. Tatkala Mu'adz dari syam ( yakni ketika sampai di madinah, ed ), dia sujud kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata : " Apa ini wahai Mu'adz ? " Lalu Mu'adz berkata : "Aku melihat mereka ( penduduk Syam ) sujud kepada pemimpin- pemimpin mereka, Anda lebih pantas untuk disujudi ( daripada pemimpin-pemimpin mereka ) ". Lalu Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Seandainya aku ( dibolehkan ) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan perempuan ( yakni para istri )untuk sujud kepada suaminya. "( HR.Ibnu Majah ). <br />
Hal tersebut di kaerenakan besarnya hak suami terhadap istrinya. <br />
Imam An-Nasa'I meriwayatkan dengan sanad yang jayyid ( bagus ) dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwasanya sekelompok manusia datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan berkata : " Wahai rasulullah, wahai orang yang terbaik dan anaknya yang terbaik, wahai tuan kami dan anaknya tuan kami." Lalu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan kalian, dan janganlah syetan menggoda kalian. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak senang kalian mengangkat aku di atas kedudukanku yang telah Allah tentukan bagiku." <br />
Dan di antara upaya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam untuk menutup jalan-jalan kesyirikan adalah tidak membiarkan di dalam rumah gambar-gambar yang di sembah selain Allah atau yang di agungkan untuk di ibadahi. Dalam Shahih Bukhori dari 'Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata : "Tidaklah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan dalam rumahnya sesuatu yang di dalamnya ada salib kecuali menghancurkannya." <br />
Salib adalah tanda yang digunakan oleh orang-orang Nashoro sebagai syiar agama mereka dan di sembah-sembah. Dan definisi salib sebagaimana terdapat dalam kanus Al-Munjid adalah semua yang berbentuk dua garis yang saling memotong dan maknanya adalah garis lurus ( vertical ) yang di potong oleh garis yang kesamping ( horizontal ), sama yang di potong itu di tengah atau di atas. <br />
Orang-orang Nashoro menyangka bahwa Al-Masih bin Maryam itu disalib setelah dia di bunuh, maka Allah membantah anggapan tersebut dalam firmannya : "Tidaklah mereka membunuhnya dan tidak pula mereka menyalibnya, akan tetapi ( yang mereka bunuh adalah ) yang diserupakan dengan Isa bagi mereka." ( QS.An-Nisa : 157- 158 ). <br />
Orang-orang Nashoro mengagungkan salib, mereka meletakkannya di mihrab-mihrab mereka dan menggantungkannya di leher-leher mereka. Padahal termasuk dari petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam adalah menghilangkan apa saja yang ada salibnya dalam rangka menjaga tauhid dan menjauhi penyerupaan kepada selain muslimin. Karena musuh- musuh islam dalam rangka menghancurkan Islam, mereka menyerang kaum muslimin, baik anak-anak maupun orang dewasa ( bahkan musik dan lagu-lagu rohani orang-orang Nashoro juga memenuhi perabot perabot rumah tangga dan mainan anak-anak,ed ) Laa haula walaa quwwata illa billahi, inna lillahi wainna ilaihi raji'un. <br />
Semoga Allah menjaga Agama kita serta menghidupkan hati kita yang telah lalai. Amin Ya Robbal 'Alami.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4793637452486959033.post-40854027255665659632010-01-03T05:11:00.001+07:002010-01-03T05:11:18.294+07:00Jagalah Tauhid Anda, Gapailah KeutamaannyaSeorang muslim yang telah mengetahui kewajibannya kepada Alloh (yakni beribadah kepada- Nya), tentu ia akan selalu menjaga kemurnian agamanya, khususnya aqidahnya atau keyakinannya, agar tak bercampur dengan amalan- amalan yang rusak (yakni kesyirikan). <br />
Mengapa demikian ? Mari kita perhatikan penjelasaan Alloh Ta'ala dalam firman-Nya (yang artinya) : "Orang-orang yang beriman dan yang tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedholiman, mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan, dan mereka selalu mendapatkan petunjuk. "(QS. Al-An'am : 82). <span class="fullpost"><br />
Al-Imam Ibnu Katsir rohimahullah menjelaskan ayat ini dengan menyatakan : " Mereka itu adalah orang-orang yang mengikhlaskan atau memurnikan ibadah hanya untuk Alloh Ta'ala saja, dan tidak menyekutukannya dengan sekutu apapun. Dan mereka itu mendapatkan keamanan (rasa aman dari adzab Alloh) pada hari kiamat, dan mereka juga senantiasa mendapatkan petunjuk didunia dan diakherat. "(Tafsir Al-Qur'anul Adzim 2 /152). <br />
Penjelasan Kalimat : <br />
1. "Orang-orang yang beriman", arti iman secara bahasa (etimologi) adalah At-Tadhdiq (Membenarkan), adapun menurut istilah syar'inya adalah keyakinan di dalam hati, pengikraran atau pengakuan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal perbuatan (anggota badan). Dan iman itu bisa bertambah-tambah dengan sebab melakukan amal- amal ketaatan, dan bisa pula berkurang dengan sebab berbuat kemaksiatan. <br />
2. "Memcampur adukan iman mereka", yakni menodai tauhid mereka. <br />
3 . "Dengan kedholiman", maksudnya adalah dengan perbuatan syirik, karena syirik adalah kedholiman yang paling besar (lihat QS. Luqman : 13 ). Ketahuilah, kedholiman ada 3 jenis, yaitu : Perbuatan syirik (mendholimi hak Allah). Mendholimi diri sendiri, dan mendholimi orang lain. Al- Imam Al-Bukhori meriwayatkan dalam shohihnya (No. 3636 ) tentang sikap para sahabat Rosulullah sholallallahu 'alaihi wa sallam ketika turun ayat ini dari Ibnu Mas'ud rodhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Ketika turun ayat ini (QS. Al- An'am : 82), kami (para sahabat) berkata : "Wahai Rosulullah, siapakah diantara kami ini yang tidak pernah berbuat dholim terhadap diri sendiri ? (Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan : "Ketika turun ayat ini, hal ini memberatkan hati para sahabat (kerena mereka kuatir tidak termasuk orang-orang yang mendapatkan keutamaan seperti yang di sebutkan dalam ayat itu), sehingga mereka berkata : "Wahai Rosulullah, siapakah diantara kami ini yang tidak pernah berbuat dholim terhadap diri sendiri ?"). Rosulullah shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Kedholiman yang dimaksud dalam ayat ini) bukanlah seperti yang dikatakan ! 'Tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedholiman', maksudnya adalah dengan kesyirikan ! Tidaklah kalian mendengar perkataan Luqman (dalam riwayat lain : hamba yang sholih) terhadap putranya : "Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Alloh (melakukan perbuatan syirik), sesungguhnya syirik itu benar-banar kedholiman yang sangat besar. "[Kisah ini bisa anda lihat pada Shohih Al-Bukhori dalam Kitabul Ima (No. 3636 dan lain- lain), Masnud Imam Ahmad (1 /378 ) dengan sanad yang shohih, Fathul Majid hal. 47-48]. <br />
4. "Mereka mendapatkan keamanan / rasa aman", yang dimaksud aman di sini adalah keselamatan dari azab (siksa) neraka selama mereka tetap menjaga kemurnian tauhid mereka dan berhenti dari melakukan dosa-dosa besar, atau maksud nya adalah terbebas dari vonis kekal di neraka (yakni tidak kekal di azab dineraka) bila ia ternyata masih melakukan dosa-dosa besar. <br />
5. "Orang-orang yang mendapat petunjuk", yakni orang-orang yang mengetahui kebenaran ketika hidupnya, lalu ia mengamalkannya. <br />
Penjelasan Umum : <br />
Allah Ta'ala mengabarkan kepada kita, bahwa bagi siapa saja yang mengesakan Alloh Ta'ala dalam beribadah kepada-Nya, dan tidak menodai tauhidnya dengan perbuatan syirik, Allah Ta'ala pasti akan membebaskan dari neraka diakhirat nanti, dan Alloh pasti akan memberi petunjuk kepadanya kepada shirotul mustaqim didunia ini. <br />
Faedah yang bisa diambil dari ayat yang mulia ini : <br />
1. Tidak sah iman seseorang yang ternodai oleh dosa syirik. <br />
2. Syirik termasuk salah satu bentuk kedholiman (mendholimi hak-hak Alloh). <br />
3. Orang yang tidak menodai imannya dengan perbuatan syirik akan mendapatkan keselamatan dari azab (siksa). <br />
Kesimpulan : <br />
Ayat diatas merupakan dalil bahwa orang yang meninggal dunia diatas aqidah tauhid (yakni menjaga kemurnian tauhid mereka sampai akhir hayatnya) serta bertobat dari dosa-dosa besar, pasti selamat dari azab neraka. Adapun orang yang mati diatas aqidah tauhid (yang menjaga kemurnian tauhidnya), tetapi ia juga melakukan dosa- dosa besar, dia ini hanya mendapatkan keutamaan selamat dari vonis kekal didalam neraka. <br />
Wallohu a'lam.<br />
<br />
</span>Unknownnoreply@blogger.com